Rabu, 30 Januari 2008

DEFINISI PEKERJAAN SOSIAL

Oleh : Dr. Soni A. Nulhaqim

Beberapa definisi pekerjaan sosial di bawah ini diuraikan sebagai bahan pengetahuan bagi penstudi, peminat dan pemerhati kesejahteraan sosial tentang konsep pekerjaan sosial. Dalam wacana umum, pekerjaan sosial dianggap sebagai pekerjaan yang bersifat amal yang muncul atas dasar belas kasihan atau lebih jauh karena adanya rasa mencintai sesama manusia (altruism). Tentunya, bagi para penstudi kesejahteraan, pemberian pertolongan, istilah awalnya dan berkembang menjadi pemberdayaan manusia akan lebih efektif dan efisien kalau diperkuat dengan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan nilai (value).
Konsep-konsep yang mendasari bahwa pekerjaan sosial sebagai profesi yang profesional dan bukan hanya semata-mata amal dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Allen Pincus dan Anne Minahan
Social Work is concerned with the interactions between people and their social environment which affect the abilility of people to accomplish their life task, alleviate distress and realize their aspirations and values.
Pekerjaan sosial berurusan dengan interaksi antara orang-orang dan lingkungan sosial, sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, mengurangi ketegangan, dan mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.
(Social Work Practice : Model and Methode, 1973 : 9 Itasca, Illinois : Peacock Publishers

2. Council on Social Work Education in Curriculum Study
Social work seeks to enhance the social functioning of individuals, singly and in groups, by activities focused upon their social relationship which constitute the interaction between man and his environment.
Pekerjaan Sosial bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu-individu, baik secara individual maupun kelompok , dimana kegiatannya difokuskan kepada relasi sosial mereka khususnya interaksi orang-orang dengan lingkungannya.
(dalam Rex A. Skidmore, Milton Thackeray, dan O William Farley Introduction to Social Work, 1988 : 6, New Jersey : Simon & Scuster Englewood Cliffs.

3. Siporin, Max
Social work is defined as a social institutional method of helping people to prevent and resolve their social problems, to restore and enhance their social functioning.
Pekerjaan sosial didefinisikan sebagai metode institusi sosial untuk membantu orang-orang guna mencegah dan menyelesaikan masalah sosial dengan cara memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosialnya.
(Introduction to Social Work Practice, 1975 : 3)

4. Friedlander, Walter A. dan Apte, Robert Z.
Social Work is a professional service, based on scientific knowledge and skill in human relation, which help individuals, groups, or communities obtain social or personal satisfaction and interdependence.
Pekerjaan sosial adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan ilmiah guna membantu individu, kelompok-, maupun masyarakat agar tercapainya kepuasan pribadi dan sosial serta kebebasan.
(A Concepts and Methods of Social Work, 1980 : 4)

5. Zastrow, Charles
Social work is the profesional activity of helping individuals, groups, or communities to enhance or restore their capacity for social functioning and to create societal conditions favorable to their goals.
Pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional untuk membantu individu, kelompok atau komunitas guna meningkatkan atau memperbaiki kapasitasnya untuk berfungsi sosial dan menciptakan kondisi masyarakat guna mencapai tujuan-tujuannya.
(Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Service, and Current Issues. 1982 : 12)

6. Leonora Scrafica-de Guzman.
Social work is the profesion which is primaly concerned with organized social service activity aimed to facilitate and strengthen basic relationship in the mutual adjusment between individual, and their social environment for the good of the individual and society, by the use of social work method.
Pekerjaan sosial adalah profesi yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan pelayanan sosial yang terorganisasi, dimana tujuannya untuk memfasilitasi dan memperkuat relasi dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling menguntungkan antar individu dengan lingkungan sosialnya , melalui penggunaan metode-metode pekerjaan sosial.
(Fundamentals of social work, 1983 : 3)

Dari beberap definisi diatas dapat dikemukakan bahwa : pekerjaan sosial sebagai pekerjaan profesional, syarat profesional pekerjaan sosial adalah didasari oleh pengetahuan, skill dan value, fokus pekerjaan sosial adalah relasi sosial antara klien (individu, kelompok dan masyarakat) dengan lingkungan sosial, tujuan pekerjaan sosial adalah kesejahteraan sosial atau keberfungsian sosial.


DAFTAR PUSTAKA
Friedlander, Walter A. dan Apte, Robert Z. 1980. A Concepts and Methods of Social Work.
Leonora Scrafica-de Guzman.1983. Fundamentals of social work.
Pincus, Allen dan Anne Minahan. 1973. Social Work Practice : Model and Methode. Itasca, Illinois : Peacock Publishers
Siporin, Max. 1975. Introduction to Social Work Practice. New York : Macmillan Publishing.
Skidmore, Rex A, Milton Thackeray, dan O William Farley. 1988. Introduction to Social Work. New Jersey : Simon & Scuster Englewood Cliffs.
Zastrow, Charles. 1982. Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Service, and Current Issues.

PENGEMBANGAN PUSKESMAS DALAM MENUJU KECAMATAN SEHAT DI KABUPATEN SUMEDANG

Oleh :Dr.Soni Akhmad Nulhaqim, S.Sos,M.Si

ABSTRAK

Dalam penelitian yang berjudul Pengembangan Puskesmas Dalam Menuju Kecamatan Sehat Di Kabupaten Sumedang, bertujuan untuk mempelajari tentang : sarana dan prasarana yang diperlukan dalam upaya pengembangan Puskesmas di Kabupaten Sumedang (Pembangunan Puskesmas, Pembangunan Puskesmas Percontohan dan Pembangunan Puskesmas menjadi RSUD) dan tanggapan petugas Puskesmas dan masyarakat sebagai penggunan pelayanan mengenai pengembangan Puskesmas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbandingan antara jumlah penduduk Jatinangor dengan jumlah Puskesmas Jatinangor sudah tidak seimbang yaitu 1: 68.570, sementara kebijakan pemerintah yang terkait dengan pendanaan dinilai sudah memadai karena alokasi dari APBD dirasakan dapat membantu kegiatan yang dijalankan Puskesmas, Prioritas kebijakan pengembangan Puskesmas adalah pengembangan sarana prasarana dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Puskesmas Jatinangor merupakan Puskesmas dengan wilayah kerja yang luas dan hal ini berpengaruh pada kualitas pelayanan yang diberikan Puskesmas sebab Puskesmas memiliki keterbatasan-keterbatasan, seperti keterbatasan memiliki alat transportasi untuk menjangkau wilayah yang cukup jauh. Kemudian dukungan kualitas sumber daya manusia (tenaga Administrasi) yang masih rendah sehingga menjadi faktor penghambat dalam pengembangan Puskesmas. Sedangkan sebagai potensi dalam pengembangan Puskesmas adalah adanya ketersediaan dana subsidi dari pemerintah dan kondisi sarana dan prasarana yang cukup memadai. Secara keseluruhan kondisi SDM yang dimilki oleh Puskesmas sudah memadai, jumlah SDM yang ada telah dapat menangani pelayanan untuk masyarakat. Dengan kondisi yang demikian SDM menjadi salah satu prioritas aspek kebijakan untuk pengembangan Puskesmas, selain sarana dan prasana.
Untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas, maka perlu adanya sebuah usaha kerjasama atau kolaborasi dengan seluruh pihak, seperti pihak Puskesmas, Pemerintah, pihak Swasta, Pihak masyarakat dan pihak LSM yang mempunyai kepedulian dalam bidang kesehatan dan bahkan dapat pula melibatkan pihak perguruan tinggi yang terdapat di sekitar lingkungan Puskesmas.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Adanya perubahan paradigma dari primary health care (1978) menjadi decade of human development (1990) hal ini telah terjadi di negara maju, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia belum sepenuhnya memahami perubahan paradigma tersebut. Di Indonesia, Undang-Undang No 23 tahun 1992, tentang kesehatan masih berorientasi pada upaya kuratif dan belum memasukkan unsur pembangunan sumber daya manusia demi kelangsungan pembangunan, namun pada tahun 1993 pemerintah melalui Tap MPR dijelaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia telah memasukan unsur pembangunan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah akan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti; faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan meliputi keadaan pemukiman/perumahan, tempat kerja, sekolah dan tempat umum, air dan udara bersih, teknologi, pendidikan dan sosial ekonomi. Sedangkan faktor perilaku dapat terlihat dari kebiasaan sehari-hari seperti; pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan.
Selain itu pada saat ini dan ke depan kita juga menghadapi transisi demografis dan epidemilogis, tantangan global dan regional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat termasuk dibidang informasi, telekomunikasi, dan transportasi, serta maraknya demokratisasi disegala bidang. Semuanya itu mendorong perlunya dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan yang ada serta dirumuskannya paradigma baru bidang kesehatan.
Hal itu sejalan dengan UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang tetap dijadikan acuan, dimana pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan paradigma sehat tersebut ditetapkan visi yaitu gambaran prediksi atau harapan tentang keadaan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang yaitu Indonesia Sehat 2010.
Indonesia Sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Salah satu strategi pembangunan kesehatan yang perlu dikembangkan adalah pemerataan pelayanan yaitu upaya pelayanan kesehatan masyarakat yang dapat dijangkau oleh masyarakat keseluruhan atau dengan kata lain yaitu mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Upaya tersebut dilakukan melalui pembangunan kesehatan yang difokuskan pada peningkatan sarana prasarana kesehatan seperti memperbanyak balai-balai kesehatan, Puskesmas, melengkapi alat-alat kesehatan, meningkatkan mutu dan jumlah sumber daya manusia serta pengadaan obat-obat generik dan lain-lain.
Pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam lingkup pembangunan kesehatan salah satunya adalah dengan pengembangan sarana Puskesmas. Karena Puskesmas merupakan basis pelayanan kesehatan di tingkat komunitas dan merupakan institusi kesehatan yang menjadi ujung tombak pembangunan kesehatan. Segmen dari sasaran pelayanan kesehatan Puskesmas adalah masyarakat menengah ke bawah dengan wilayah garapannya adalah tingkat kecamatan. Dari beberapa studi, masalah yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas meliputi sarana prasarana belum memadai, keterbatasan SDM (tenaga medis, paramedis dan non medis), keterbatasan alat-alat medis dan obat-obatan dan lokasi Puskesmas yang kurang strategis (studi pelayanan kesehatan 2002 dan 2003).
Kabupaten Sumedang adalah kabupaten yang berada di sebelah Timur Propinsi Jawa Barat, berada pada 60°40' - 70°83' Lintang Selatan dan 107°44' Bujur Timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang di sebelah Utara, disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kota Bandung. Jarak dari Ibukota Propinsi ± 45 km dan berada di antara jalur dua jalan tujuan wisata yakni Bandung dan Cirebon. Luas wilayah Kabupaten Sumedang mencapai 15.220 Ha, dengan jumlah penduduk sekitar 928.353 Jiwa yang tersebar di 26 wilayah kecamatan. Kabupaten Sumedang dikenal sebagai daerah agraris dimana sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dibidang agama, masyarakat Kabupaten Sumedang merupakan masyarakat religius yang mempunyai sikap toleransi beragama yang cukup tinggi.
Visi dan misi Kabupaten Sumedang adalah “Terwujudnya Kabupaten Sumedang sebagai daerah agribisnis dan pariwisata yang di dukung oleh masyarakat yang beriman dan bertaqwa, yang maju, mandiri, sehat, demokratis, berwawasan lingkungan, serta menjunjung tinggi hukum”. Selaras dengan visi dan misi Kabupaten Sumedang maka pembangunan kesehatan sebagai salah satu bagian dari pembangunan kualitas sumber daya manusia dilaksanakan dalam rangka mewujudkan Sumedang Sehat tahun 2008, untuk itu pembangunan kesehatan terus menjangkau seluruh pelosok pedesaan dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Adapun program yang tengah dilaksanakan untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan penduduk diantaranya pelayaan kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit menular, penyehatan lingkungan, penyediaan air bersih, penggunaan Kartu Sehat, serta meningkatkan partisipasi masyarakat. Sarana kesehatan yang tersedia di Kabupaten Sumedang terdapat 26 unit Puskesmas, Puskesmas on 5, Puskesmas Pembantu 59, 14 Balai Pengobatan 1 buah Rumah Sakit Umum dan 1 buah Rumah Sakit Swasta.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas, penelitian mengenai Pengembangan Puskesmas Dalam Menuju Kecamatan Sehat Kabupaten Sumedang yang difokuskan pada pengembangan Puskesmas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Sarana dan Prasarana apa saja yang diperlukan dalam upaya pengembangan Puskesmas di Kabupaten Sumedang (Pembangunan Puskesmas, Pembangunan Puskesmas Percontohan dan Pembangunan Puskesmas menjadi RSUD)?
2. Bagaimana tanggapan petugas Puskesmas dan masyarakat sebagai penggunan pelayanan terhadap pengembangan Puskesmas?

Kerangka Pemikiran
Sistem kesehatan nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum. Pemikiran Dasar Sistem Kesehatan Nasional pada hakekatnya menentukan arah, tujuan dan dasar-dasar pembangunan kesehatan sebagai kesatuan yang menyeluruh, terpadu serta berkesinambungan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional. Dengan memperhatikan faktor-faktor Sistem Ketahanan Nasional, jelas bahwa Sistem Ketahanan Nasional adalah suprasistem dari Sistem Kesehatan Nasional. Pada dasarnya Sistem Kesehatan Nasional merupakan cerminan dari Sistem Ketahanan Nasional ditinjau dari kebutuhan capaian Tujuan Pembangunan Kesehatan dari kepentingan kesehatan.
Upaya mewujudkan paradigma sehat ditetapkan visi yaitu gambaran prediksi atau harapan tentang keadaan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang yaitu “Indonesia Sehat 2010”. Indonesia Sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Untuk menyamakan persepsi tentang pembangunan kesehatan, perlu dipaparkan tentang visi, misi, strategi. Di sisi lain, visi dan misi ini dapat dijadikan acuan dan rujukan dalam merumuskan program-program pembangunan kesehatan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mewujudkan Visi Indonesia sehat 2010 ditetapkan misi pembangunan kesehatan sebagai berikut :
1. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, merata dan terjangkau.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat beserta lingkungannya.
5. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
6. Profesionalisme.
7. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
8. Desentralisasi.
Agar visi dan misi tersebut dapat diimplementasikan maka diperlukan strategi sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai sesuai rencana yang telah dibuat. Di bawah ini ada 2 strategi dalam Pembangunan Kesehatan Nasional yaitu:
1. Setiap kegiatan pembangunan di semua sektor harus mampu mempertimbangkan dampak negatif dan positifnya terhadap kesehatan bagi individu, keluarga dan masyarakat.
2. Upaya kesehatan perlu lebih mengutamakan upaya preventif dan promotif yang proaktif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Strategi tersebut bertujuan tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sebagai unit pelaksanaan teknis pembangunan kesehatan, Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksanan tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/II /2004, Puskesmas adalah :
Penanggungjawab penyelenggaraan upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Puskesmas diperkuat dengan Puskesmas pembantu serta Puskesmas keliling. Kecuali itu untuk daerah jauh dari sarana pelayanan rujukan, Puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap
Tercatat pada tahun 2002 jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.277 unit, Puskesmas Pembantu 21.587 unit, Puskesmas Keliling 5.084 unit (Perahu 716 unit, Ambulance 1.302 unit). Sedangkan Puskesmas yang telah dilengkapi dengan fasilitas rawat inap tercatat sebanyak 1.818 unit, sisanya sebanyak 5.459 tidak dilengkapi dengan fasilitas rawat inap. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat, sedangkan Kecamatan Sehat itu sendiri adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setingi-tingginya, dengan indikatornya yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni (1) lingkungan sehat, (2) perilaku sehat, (3) cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu serta (4) derajat kesehatan penduduk kecamatan.
Sedangkan misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi-misi tersebut adalah:
1. Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan strata dan memuaskan masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
Misi yang dirumuskan tersebut bertujuan untuk mendukung tercapainnya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2010.

Definisi Operasional
Guna mengarahkan penelitian ini penyusun mengemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Pembangunan Kesehatan adalah upaya kesehatan dan sumber dayanya yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil yang optimal.
2. Pembangunan Sarana Kesehatan merupakan upaya kesehatan dan sumber dayanya yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil yang optimal yang difokuskan pada sarana kesehatan.
3. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
4. Pengembangan Puskesmas adalah upaya peningkatan kapasitas pelayanan Puskesmas melalui penambahan, pengalokasian dan penggabungan Puskesmas.
5. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, dengan 4 indikator utama yakni (1) lingkungan sehat, (2) perilaku sehat, (3) cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu serta (4) derajat kesehatan penduduk kecamatan.

Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif artinya menggambarkan dan mendeskripsikan fenomena yang ada saat penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sumedang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan dalam melakukan penelitian penulis melakukan dengan teknik penelitian studi kasus. Sedangkan sumber data yaitu:
1. Data Primer, berasal dari hasil wawancara dengan informan yang berasal dari pihak pemerintah dan dari masyarakat sebagai pengguna pelayanan Puskesmas sebanyak 10 orang informan.
2. Data Sekunder, diperoleh dari arsip, dokumen-dokumen dan penulusuran kabijakan yang terkait dengan program pengembangan Puskesmas.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Dan Potensi Puskesmas
a. Kebijakan Pengembangan Puskesmas
Penelitian mengenai Puskesmas ini menguraikan beberapa aspek yang merupakan hasil penilaian dari informan. Aspek-aspek tersebut meliputi penilaian tentang relevansi kebijakan Puskesmas, prioritas kebijakan dalam pengembangan Puskesmas dan karateristik Puskesmas yang perlu dikembangkan.
Kebijakan Puskesmas berisi tentang komitmen pemerintah dalam mengembangkan Puskesmas agar sesuai dengan fungsinya sebagai intitusi kesehatan yang paling dasar ditingkat komunitas. Hasil penelitian tentang kebijakan dalam pengembangan Puskesmas dapat dikemukakan sebagai berikut.
Menurut informan (dari Dinkes) mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang tekait dengan pengembangan Puskesmas masih relevan, kemudian beliau memberikan penjelasan karena:
“Pelayanan Puskesmas merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang status ekonominya lemah, selain itu pelayanan Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Undang-undang mengamanatkan bahwa tugas pokok pemerintah adalah melindungi dan melayani masyarakat tanpa membeda-bedakan. Tapi pada kenyataannya rakyat kita masih banyak yang berada di bawah ketidakmampuan. Tentu masyarakat tersebut harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil, merata dan berkualitas.pelayanan Puskesmas menjadi sangat penting untuk di kembangkan karena pelayanan ini mencakup pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat kuratif (menyembuhkan individu yang menderita sakit) dan pelayanan kesehatan masyakat yang bersifat preventif (mengembangkan lingkungan agar menjadi lingkungan yang sehat) pelayanan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan yang hanya di berikan oleh Puskesmas sebagai bagian dari instansi pemerintah, pihak swasta tidak melakukan hal tersebut.” (Sumedang, 16 Desember 2006)
Berdasarkan pada hasil wawancara tersebut, ternyata kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan Puskesmas dianggap masih relefan. Hal ini dikarenakan tugas dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang yaitu untuk mememberikan perlindungan dan pelayanan terhadap masyarakat.
Sama halnya dengan pendapat diatas hasil wawancara dengan pihak Puskesmas menunjukan bahwa kebijakan pemerintah mengenai Puskesmas cukup relevan. Hal ini dilatar belakangi bahwa idealnya 1 PKM melayani 30.000 penduduk (1:30.000) dalam wilayah kerjanya, sedangkan untuk wilayah Kecamatan Jatinangor sendiri nampaknya perbandingan antara jumlah Puskesmas yang ada dengan jumlah penduduk tidak seimbang yaitu 1: 65.000, tepatnya jumlah penduduk Jatinangor saat ini adalah sekitar 65.476 jiwa.
Kebijakan alokasi dana merupakan salah satu bagian yang tidak kalah pentingnya dalam bidang kebijakan pengembangan Puskesmas. Puskesmas mendapatkan alokasi dana dari APBD yang disetujui oleh berbagai pihak baik itu eksekutif maupun legislatif yang tentunya menampung aspirasi pihak Puskesmas itu sendiri.
Informan dari pihak Dinkes Kab.Sumedang menyatakan bahwa kebijakan alokasi dana untuk bidang kesehatan pada tahun 2006 sebesar Rp. Rp. 12,5 Milyar. Dana sebesar itu merupakan dana dengan proporsi 15 % dari total APBD, dan didistribusikan ke 32 Puskesmas yang tersebar di seluruh Kabupaten Sumedang. Dengan dana sebesar itu pada tahun 2007 Puskesmas akan menjalankan program pelayanan Puskesmas gratis yang akan dimulai pada tanggal 2 bulan Januari tahun 2007. yang rancang dalam APBD
Hasil wawancara dengan informan dari Puskesmas menunjukkan bahwa kebijakan yang terkait dengan pendanaan dirasakan sudah memadai karena alokasi dana yang bersumber dari APBD sudah dapat membantu untuk kegiatan Puskesmas atau sesuai dengan kebutuhan operasionalisasi Puskesmas, ini berarti bahwa kegitan Puskemas dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat amat bergantung pada alokasi dana APBD Kabupaten Sumedang. Kebijakan yang berhubungan dengan keuangan dikaitkan dengan pelayanan, khususnya mengenai biaya pengobatan berdasarkan keterangan dari informan masih relevan, biaya yang dikenakan kepada pengguna pelayanan masih cukup memadai dengan alasan biaya tersebut murah dan hal ini sesuai karena sebagian besar masyarakat yang menjadi sasaran pelayanan adalah masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah sehingga selayaknya harga yang diberikan harus murah dan terjangkau.
Selanjutnya, aspek prioritas kebijakan pengembangan Puskesmas menguraikan tentang target utama yang dibutuhkan dalam pengembangan Puskesmas meliputi indikator pengembangan sarana prasarana, pengembangan SDM, pengembangan pelayanan, dan pengembangan dana. Berikut ini adalah uraiannya. Berdasarkan data dan keterangan dari informan bahwa yang menjadi prioritas kebijakan pengembangan Puskesmas adalah pengembangan sarana prasarana dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini didasari bahwa kondisi sarana prasarana yang ada sudah tidak memadai sehingga diperlukan pengadaan atau penambahan dan juga perbaikan sarana prasarana yang ada. Sementara kondisi SDM yang dimilki oleh Puskesmas dalam mendukung Puskesmas memberikan pelayanan terhadap masyarakat dirasakan masih kurang sesuai untuk kebutuhan operasional, dan hal ini amat berpengaruh bagi kualitas pelayanan Puskesmas secara keseluruhan.
Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinkes dapat diketahui bahwa prioritas pengembangan Puskesmas adalah pengembangan sarana dan prasarana. Hal ini dikarenakan sarana dan prasarana merupakan penunjang peningkatan kualitas pelayanan yang akan oleh diberikan Puskesmas pada masyarakat. Khususnya saranana dan prasarana transportasi berupa motor dan mibil keliling.
Aspek berikutnya adalah aspek karakteristik Puskesmas yang perlu dikembangkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dari Dinkes, karakter atau ciri Puskesmas yang perlu dikembangkan adalah Puskesmas yang memiliki entitas mandiri. Yang dimaksud dengan entitas mandiri adalah Puskesmas yang memiliki evidence base berupa basis data yang betul-betul memiliki nilai realita dan fakrta. Fakta dan data yang terkumpul dalam evidence base merupakan landasan bagi pembuatan rencana pengembangan Puskesmas. Setelah itu Puskesmas diharapkan mampu menentukan kompentensi utama yang dimilikinya dengan kata lain Puskesmas diarahkan untuk memiliki spelisasi.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan dari pihak Puskesmas diketahui bahwa karakter atau ciri Puskesmas yang perlu dikembangkan tersebut adalah Puskesmas yang sesuai dengan kondisi lokal yaitu Puskesmas dengan wilayah kerja yang luas. Lebih lanjut informan juga menambahkan bahwa Puskesmas dengan wilayah kerja yang luas tentunya akan sangat menyulitkan atau bahkan tidak akan dapat memaksimalkan pelayanan yang diberikan Puskesmas pada masyarakat sebab keterbatasan-keterbatasan yang dimilki oleh Puskesmas, seperti keterbatasan memiliki alat transportasi untuk menjangkau wilayah yang cukup jauh, Puskesmas dengan wilayah kerja luas tersebut adalah wilayah Kecamatan Jatinangor sendiri yang cukup luas dan padat penduduk.
Selain karateristik Puskesmas yang akan dikembangkan, dalam penelitian ini juga digali mengenai faktor yang menghambat dan mendorong pengembangan Puskesmas. Hasil wawancara dengan informan dari Dinkes menyatakan bahwa faktor yang dapat menghambat pelaksanaan pengembangan Puskesmas adalah dukungan kualitas SDM yang masih rendah dalam Puskesmas dan faktor geografis dimana masih terdapat wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh pelayanan Puskesmas. Senada dengan pendapat tersebut wawancara dengan informasn dari Puskesmas menyatakan bahwa kualitas SDM yang relatif masih rendah merupakan faktor penghambat utama. Dengan kondisi kualitas SDM yang rendah tersebut sulit bagi Puskesmas untuk meningkatkan kulaitas pelayanan terhadap masyarakat sebagai pengguna.
Hasil wawancara dengan informan dari Dinkes menyatakan bahwa adanya keinginan untuk belajar dan untuk meneruskan jenjang pendidikan dari sebagian besar tenaga SDM yang ada di Puskesmas dan adanya dorongan (sumber) dana selain dari pemerintah juga dari pihak swasta merupakan potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Sedangkan hasil wawancara dengan informan dari pihak Puskesmas menyatakan bahwa potensi yang dapat diberdayakan dalam pengembangan Puskesmas adalah adanya ketersediaan dana subsidi dari pemerintah dan kondisi sarana dan prasarana yang memadai, hal ini menunjukan bahwa potensi-potensi yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga dapat memicu pengembangan Puskesmas.
b. Sumber Daya Manusia
Setelah aspek kebijakan, yang menjadi perhatian penting lainnya dalam usaha pengembangan Puskesmas pada aspek Sumber Daya Manusia (SDM). SDM menjadi ujung tombak suksesnya sebuah pelayanan karena SDM ini sebagai tenaga penggerak yang akan menjalankan pelayanan. SDM yang dimilki oleh Puskesmas ini meliputi tenaga medis, paramedis, dan tenaga administrasi. Berikut ini adalah data mengenai kapasitas Sumber Daya Manusia terkait dengan kondisi kuantitas dan kualitasnya yang dimiliki Puskesmas.
Hasil wawancara dengan informan dari Dinkes, menyatakan bahwa kuantitas tenaga medis Puskesmas di seluruh wilayah Kab. Sumedang memadai, alasannya karena dihitung dari kuantitas ketenagaan sudah sesuai dengan proporsi perbandingan antara jumlah tenaga dengan jumlah masyarakat. Contoh 1 orang dokter gigi menangani 35.000 orang pasien, 1 orang perawat menangani 15.000 pasien. Begitu pula dengan kuantitas tenaga perawat, tenaga bidan dan tenaga penunjang medis.
Informan dari Puskesmas menyatakan bahwa kondisi tenaga medis dilihat dari segi kuantitasnya, untuk Puskesmas DTP. Jatinangor dinilai oleh informan sudah memadai sebab menurutnya terdapat 4 orang dokter dan 2 orang dokter gigi dan dengan jumlah yang demikian dinilai bahwa tenaga medis yang dimiliki sudah dapat melayani sebagian pasien. Sedangkan untuk kondisi kualitas tenaga medis dianggap sudah memadai, alasannya adalah bahwa tenaga yang ada merupakan dokter yang sudah berpengalaman dan profesional dalam melaksanakan tugasnya.
Semetara itu untuk kondisi tenaga paramedis, ditinjau dari segi kuantitasnya, informan memberikan keterangan bahwa jumlah tenaga paramedis yang dimilki oleh Puskesmas sudah memadai, hal ini didasarkan bahwa jumlah tenaga paramedis yang ada lebih dari cukup untuk memberikan pelayanan pada pasien, jumlahnya adalah sekitar 24 orang dengan rincian sebanyak 11 orang perawat dan 13 orang Bidan.
Dalam hal kualitas tenaga SDM Puskesmas, responden dari Dinkes menyatakan bahwa kualitas tenaga medis, tenaga perawat, tewnaga bidan dan tenaga penunjang medis yang ada di Puskesmas se Kab. Sumedang cukup memadai, hal ini dikarenakan standar pendidikan bagi para tenaga SDM tersebut sudah cukup tinggi. kualitas SDM yang dirasakan paling rendah adalah kualitas SDM tenaga administrasi karena sebagian besar tenaga administrasi yang ada di Puskesmas tidak memiliki kompetensi sebagai administrator.
Hal yang serupa diungkapkan oleh informan dari pihak Puskesmas yang menyatakan bahwa, tenaga paramedis yang dimiliki Puskesmas umumnya sudah memadai dengan alasan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh tenaga paramedis sesuai dengan profesinya dan pendidikannya yaitu berlatar belakang pendidikan D3 Keperawatan dan Kebidanan. Jadi berdasarkan data dan keterangan dari informan tersebut mengenai kondisi kuantitas dan kualitas tenaga paramedis yang dimiliki oleh Puskesmas sudah memadai. Hanya saja untuk kondisi tenaga administrasi yang dimiliki oleh Puskesmas ditinjau dari segi jumlahnya sudah cukup memadai karena menurut informan sudah sesuai dengan kebutuhan struktur Puskesmas yang sederhana namun akan lebih baik jika ada penambahan tenaga administrasi, jumlah administrasi saat ini adalah sekitar 4 orang yang seluruhnya bekerja dibidang Tata Usaha (TU). Kualitas tenaga administrasi dirasakan sudah cukup memadai, hal tersebut karena menurut informan belum ada tenaga administrasi yang berlatar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidangnya (lulusan administrasi).
c. Pelayanan Yang Diberikan Puskesmas
Pelayanan yang diberikan Puskesmas memang menjadi tolak ukur kemajuan Puskesmas. Dari keadaan pelayanan Puskesmas maka dapat diketahui bahwa Puskesmas tersebut mempunyai pelayanan yang masih memadai, cukup bahkan sudah tidak memadai lagi. Berkut di bawah ini data yang menunjukan kondisi pelayanan yang telah diberikan oleh Puskesmas.
Kondisi pelayanan pengobatan Puskesmas DTP. Jatinangor ditinjau dari segi kuantitasnya menurut padangan dari informan sudah cukup memadai, karena masyarakat yang butuh pengobatan dapat dilayani dengan baik dan didukung oleh obat-obatan yang cukup tersedia, demikian juga dengan jam operasi Puskesmas yang telah sesuai dengan waktu operasional yang telah ditentukan yaitu dari jam 08:00–14:00 WIB. Selain penilaian pelayanan pengobatan yang bersifat kuantitas, informan memberikan keterangan bahwa kondisi pelayanan pengobatan dari segi kualitas sudah memadai dengan anggapan bahwa pelayanan pengobatan diberikan langsung oleh tenaga medis (dokter) kepada pengguna pelayanan (masyarakat), hal ini memungkinkan, sebab jumlah tenaga medis yang berjumlah 4 dokter dan 2 orang dokter gigi, sehingga dengan jumlah tersebut pasien yang berkunjung selalu dilayani oleh dokter dan karena tenaga medis selalu memberikan pelayanan pengobatan yang memuaskan, hal ini terlihat ketika pasien yang berobat tidak ada yang “mengeluh” dan merasa puas sehingga setiap mengalami sakit selalu datang kembali ke Puskesmas untuk berobat.
Hal yang senada diungkapkan oleh informan dari Dinkes yang menyatakan bahwa pelayanan di Puskesmas sudah cukup memadai karena Puskesmas di seluruh wilayah Kab. Sumedang sudah dapat melakukan pelayanan dan pengobatan dasar.
Kuantitas pelayanan yang bersifat preventif menurut informan mengatakan cukup memadai dengan alasan sudah sering dilakukan namun dalam bidang penyuluhan belum optimal. Sedangkan kualitas pelayanan preventif berdasarkan hasil penelitian informan mengatakan cukup memuaskan, namun belum optimal, karena belum secara penuh didukung oleh tenaga-tenaga yang profesional dan untuk melakukan penyuluhan, SDM yang ada dirasakan masih kurang. Sementara itu pengguna pelayanan Puskesmas adalah masyarakat yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah, banyak pengguna yang pekerjaannya sebagai pedagang dan buruh pabrik yang berpenghasilan antara 800.000-1.500.000 rupiah, hal wajar karena biaya pengobatan yang sangat murah memungkinkan mereka untuk berobat ke Puskesmas, tarif yang diambil dari masyarakat yaitu sekitar Rp. 3.000, dan tarif ini dinilai oleh informan cukup memadai, karena tidak terlalu membebani masyarakat.
Begitu pula dengan pendapat dari informan dari Dinkes yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan Puskesmas sudah cukup memadai, hal ini dikarenakan kualitas tenaga SDM yang cukup baik dimana seluruh tenaga SDM yang ada di Puskesmas sudah mengikuti pelatihan-pelatihan.
d. Kondisi Sarana dan Prasarana
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama menjadi ujung tombak dalam usaha pembangunan kesehatan. Sebab itu maka perlu adanya dukungan di berbagai bidang baik itu berkaitan dengan kebijakan, dana, SDM maupun sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana dapat dibedakan menjadi beberapa kategori antara lain adalah peralatan medis, obat-obatan, peralatan mebelair, alat transportasi dan bangunan yang dimiliki Puskesmas.
Berdasarkan wawancara dengan informan dari Dinkes yang menyatakan bahwa kondisi peralatan medis yang ada di Puskesmas sudah cukup memadai. Dikatakan cukup memadai karena standar pelayanan dan kelengkapan peralatan medis sudah dipenuhi oleh semua Puskesmas yang ada di Kab. Sumedang.
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh informan dari pihak Puskesmas yang menyatakan mengenai kondisi peralatan medis di Puskesmas UPT Jatinangor dinilai cukup memadai karena peralatan yang ada dianggap sudah sesuai kebutuhan meskipun ada beberapa kondisi peralatan medis bagus tetapi tidak lengkap dan ada yang kondisi peralatan medisnya masih layak dipakai.
Wawancara dengan informan dari Dinkes dapat diketahui bahwa kondisi obet-obatan di Puskesmas sudah memadai, karena penyediaan obat didasarkan pada permintaan kebutuhan Puskesmas, dalam hal ini Puskesmas dianggap sudah melakukan penghitungan kebutuhan akan obat. Dalam menghitung kebutuhan obat Puskesmas didasarkan pada pola penyakit yang ada disuatu daerah lalu disesuaikan dnegan standar pengobatan, misalnya standar pengobatan 5 hari atau standar pengobatan 3 hari.
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan dari pihak Puskesmas yang menyatakan bahwa kondisi obat-obatan yang tersedia di Puskesmas sudah memadai, hal ini didasarkan pada anggapan informan bahwa obat yang diberikan pemerintah harganya murah yang merupakan subsidi dari pemerintah, selain itu obat tersebut juga manjur karena menggunakan obat generik yang tidak kalah khasiatnya dengan obat-obatan lainnya. Selain itu jumlah obat-obatan yang ada tersedia cukup banyak sehingga persediaannya cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada namun masih ada beberapa jenis obat yang tidak tersedia atau kurang.
Selain itu sarana dan prasarana lainnya seperti peralatan mebelair menurut informan baik itu informan dari Dinkes maupun informan dari Puskesmas menyatakan bahwa perlengkapan mebelair cukup memadai. Informan dari Puskesmas menyatakan perlengkapan mebelair cukup memadai karena masih layak pakai dan sesuai dengan kebutuhan pengguna pelayanan. Tetapi kondisi tersebut dirasakan masih perlu dilakukan perawatan agar. Sednagkan informan dari Dinkes menyatakan bahwa perlengkapan mebelair dirasakan cukup memadai karena sebagian besar kebutuhan mebelair Puskesmas sudah dapat dipenuhi.
Mengenai kondisi peralatan tranportasi yang ada di Puskesmas, informan dari Puskesmas memberikan keterangan bahwa peralatan transportasi sudah cukup memadai hal ini dikarenakan transportasi yang dimiliki adalah kendaraan untuk Puskesmas Keliling dan ambulance, namun hanya digunakan untuk mengangkut dan tidak ada peralatan gawat darurat di ambulance tersebut. Sedangakan informas dari Dinkes menyatakan bahwa peralatan trasportasi di Puskesmas sudah memadai hal ini dikarenakan baru-baru ini pemerintah memberikan bantuan berupa motor dan mobil bagi semua Puskesmas di Kab. Sumedang untuk menunjang pelayanan Puskesmas. Demikian juga dengan kondisi bangunan gedung Puskesmas, informan dari Dinkes menyatakan bahwa hampir 70 % kondisi bangunan Puskesmas yang ada di Kab. Sumedang sudah baik sedangkan sisanya sedang dilakukan renofasi contohnya Puskesmas Sumedang Selatan dan Puskesma Cimanggung.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh informan dari Puskesmas. Informan dari Puskesmas memberikan keterangan lebih lanjut bahwa kondisi bangunan Puskesmas DTP. Jatinangor sudah cukup memadai. Hal ini terlihat dari kondisinya yang relatif masih baru. Selain itu kondisi bangunan yang dipunyai oleh Puskesmas Jatinangor cukup besar dan luas untuk ukuran sebuah Puskesmas.

2. Tanggapan Pengguna Terhadap Puskesmas
Penggunaan Pelayanan di Puskesmas
Penggunaan pelayanan pengobatan di Puskesmas sebagian besar informan menyatakan kadang-kadang menggunakannya, kemudian sebagian lagi menyatakan selalu berkunjung ke Puskesmas dan tidak ada informan yang menyatakan baru pertama kalinya menggunakanb pelayanan Puskesmas.
Berdasarkan data-data dan keterangan dari para informan diketahui bahwa 4 orang informan memberikan keterangan mereka selalu menggunakan pelayanan Puskesmas untuk berobat ke Puskesmas. Dimana persebarannya, dua orang informan beralasan karena biayanya yang cukup murah dan dua orang informan yang lainnya beralasan karena dekat dengan rumah sehingga lebih mudah diakses. Sedangkan 6 orang informan menjawab kadang-kadang berkunjung untuk berobat ke Puskesmas. Lima orang informan beralasan karena tergantung pada kondisi penyakit yang dideritanya (parah atau tidaknya penyakit) dan jika sudah parah maka akan berobat pada dokter parktek (swasta), kemudian hanya satu orang informan beralasan karena biayanya lebih murah daripada rumah sakit, sehingga biaya pengobatan tersebut dapat dijangkau oleh informan tersebut.
Pelayanan
Dalam penelitian mengenai Puskesmas ini ada beberapa variabel yang cukup penting untuk dikaji, diantaranya adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap pelayanan pengobatan yang diberikan oleh Puskesmas. Data lapangan menunjukkan sebanyak 4 orang informan mengatakan memuaskan, 3 orang informan diantaranya beralasan karena pelayanan petugasnya yang sopan dan ramah, dan satu orang informan lainnya beralasan karena dilayani dengan baik oleh petugas, dan 6 orang informan lainnya mengatakan cukup memuaskan, Mereka mempunyai alasan masing-masing yang bervariatif; ada yang beralasan lumayan manjur obatnya (sebanyak 2 orang), harganya yang cukup murah dan petugasnya yang sopan atau ramah (sebanyak 2 orang), dan pelayanannya cukup baik (sebanyak 2 orang). Hal ini berarti bahwa sikap profesionalisme dari petugas Puskesmas dalam memberikan pelayanan dan murahnya harga atau tarif yang dikenakan dapat mempengaruhi juga kepuasan masyarakat dalam menggunakan pelayanan Puskesmas. Atau dengan kata lain pelayanan yang telah diberikan oleh Puskesmas sudah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat walaupun dengan biaya murah.
Kepuasan dari para informan tersebut cukup beralasan, sebab dalam keterangan lebih lanjut mereka senatiasa ditangani oleh Dokter Puskesmas yaitu sebanyak 7 orang, dan hanya 3 orang informan yang menjawab kadang ditangani oleh Dokter dan Mantri. Hal ini menunjukkan bahwa di Puskesmas Jatinangor, penanganan pasien lebih banyak dilakukan oleh dokter secara langsung, sementara itu tim peneliti tidak menemui informan yang hanya ditangani oleh Mantri ketika berobat di Puskesmas. Berdasarkan data dan keterangan dari informan tesebut menunjukkan bahwa Puskesmas Jatinangor telah memberikan pelayanan yang optimal dalam melakukan pelayanan dan membuktikan kinerja Dokter yang baik dalam menangani pasiennya.
Demikian juga, terkait dengan tarif yang diberikan oleh Puskesmas, 8 orang informan menilai tidak mahal, 1 orang informan mengatakan mahal dan 1 orang informan lainnya mengatakan cukup mahal. Lebih lanjut para informan memberikan keterangan bahwa tarif yang dikenakan oleh Puskesmas sebesar Rp. 3.000 dan jika menggunaka kartu ASKES maka biayanya akan gratis.
Selanjutnya, persepsi informan mengenai kondisi peralatan medis yang digunakan di Puskesmas, 6 orang informan mengatakan kondisinya saat ini memadai dengan alasan karena peralatannya yang ada sudah cukup lengkap sehingga orang bisa memeriksakan diri di Puskesmas tersebut. Kemudian 3 orang informan berpendapat cukup memadai dengan alasan karena peralatannya sudah sangat lengkap, termasuk terdapatnya peralatan untuk gigi dan untuk standar Puskesmas sudah lebih dari cukup memadai. Hanya terdapat 1 orang informan yang mengatakan kondisinya sudah tidak memadai lagi. Alasannya karena di Puskesmas tersebut tidak terdapat peralatan medis yang canggih, ini artinya bahwa untuk di masa yang akan datang nampaknya kebutuhan masyarakat akan adanya Puskesmas yang ditunjang dengan peralatan medis yang cangggih sudah mulai muncul.
Kondisi peralatan ini sangat erat kaitannya dengan pelayanan yang diberikan. Artinya selama ini masyarakat sudah menganggap bahwa pelayanan di Puskesmas sudah baik (memuaskan) dan hal ini tentunya ditunjang pula dengan adanya peralatan medis yang memadai dan lengkap, maka diharapkan yang akan datang berobat ke Puskesmas tidak hanya dari kalangan masyarakat golongan ekonomi bawah saja tapi juga masyarakat lainnya.
Berikutnya, mengenai kondisi obat-obatan, ternyata sebagain besar persepsi masyarakat mengatakan bahwa kondisi obat-obatan saat ini cukup memadai. Berdasarkan data yang diperoleh dari keterangan informan, dapat terlihat bahwa hampir seluruh informan berpendapat cukup memadai untuk kondisi obat-obatan yang dimiliki oleh Puskesmas yakni sebanyak 9 orang. Alasannya pun cukup beragam, lima orang informan beralasan karena obatnya lumayan lengkap, banyak dan beragam, sementara itu tiga orang beralasan karena obat tersebut dapat diperoleh langsung dan tidak harus membeli di Apotek, dan hanya satu orang informan beralasan bahwa obat, terkadang harus membeli di apotek. Kemudian terdapat 1 orang informan yang menjawab sudah memadai mengenai kondisi obat-obatan di Puskesmas Jatinangor, dengan alasan bahwa obat selalu tersedia di Puskesmas dan selalu diberikan pada informan tersebut jika berobat disana.
Sarana Dan Prasarana
Sarana dan prasarana dalam kajian ini meliputi variabel penunjang pada pengembangan Puskesmas seperti perangkat mebelair, alat transportasi yang dimiliki Puskesmas dan kondisi bangunannya, semuanya ini didasarkan pada persepsi masyarakat pengguna pelayanan Puskesmas. Data lapangan menunjukkan hampir seluruh informan mengatakan bahwa kondisi mebelair di Puskesmas cukup memadai, yakni sebanyak 9 orang informan. Meraka menpunyai alasan yang beragam, yaitu empat orang informan beralasan karena semua pasien masih dapat tertampung dengan kondisi mebelair yang ada, kemudian, tiga orang beralasan karena cukup lengkap peralatan mebelairnya dan dua orang informan beralasan meja, kursi, dan kasurnya cukup walapun memang kondisinya tidak terlalu bagus. Hanya terdapat 1 orang informan yang mengatakan memadai, dengan alasan bahwa peralatan mebelair yang dimiliki Puskesmas sudah sangat lengkap. Sementara itu tim peneliti tidak menemukan informan yang berpendapat bahwa kondisi mebelair Puskesmas tidak memadai.
Sementara itu persepsi informan mengenai kondisi alat transportasi yang dimiliki oleh Puskesmas. Berdasarkan keterangan dari informan, 6 orang informan menjawab kondisinya cukup memadai dengan alasan bahwa Puskesmas Jatinangor telah memiliki mobil yang digunakan untuk Puskesmas keliling dan ambulans yang kondisinya cukup baik. Sementara 4 orang informan lainnya mengatakan bahwa alat transportasi yang dimilki oleh Puskesmas sudah memadai dengan alasan bahwa perlatan transportasi tersebut sangat baik untuk ukuran Puskesmas.
Selanjutnya, sarana lainnya yang terdapat di Puskesmas Jatinangor adalah kondisi bangunan Puskesmas. Berdasarkan keterangan dari informan diketahui bahwa kondisi bangunan Puskesmas sudah cukup memadai, bahkan dapat dikatakan memadai. Hal ini terlihat dari sebagian besar informan (sebanyak 6 orang) berpendapat bahwa kondisi bangunan Puskesmas cukup memadai, dengan alasan karena ruangannya cukup lengkap untuk ukuran Puskesmas, selain itu, Puskesmas mempunyai ruangan yang cukup luas dan terpelihara dengan ruang kerja (tempat pelayanan pasien) dan kantor terpisah, dan ada juga yang beralasan bahwa ruangan dapat menampung pasien setiap harinya namun ruangan perawatannya dirasa masih kurang. Semantara itu 4 orang informan berpendapat bahwa kondisi bangunan Puskesmas sudah memadai, alasannya adalah karena kondisi bangunannya yang besar dan ruangannya cukup luas, sehingga dapat menampung pasien setiap harinya, bahkan ada informan yang berpendapat bahwa pasien selalu mendapat ruangan yang baik saat berobat.
Seluruh informan yang berasal dari pengguna pelayanan kesehatan Puskesmas, seluruhnya setuju apabila ada pengembangan Puskesmas untuk wilayah Jatinangor. Sebanyak 6 orang informan beralasan hal tersebut sangat penting mengingat Jatinangor penduduknya sudah banyak. Sedangkan selebihnya (4 orang informan) beralasan bahwa dengan adanya pengembangan Puskesmas maka rakyat kecil atau yang kurang mampu dapat berobat di Puskesmas dengan murah namun kulaitasnya bagus. Berdasarkan data dari para informan tersebut dapat dilihat bahwa memang rasio Puskesmas dengan Jumlah penduduk Jatinangor sudah tidak seimbang, sementara dengan pengembangan Puskesmas hal ini berarti dapat meningkatkan kualitas pelayanan Puskesmas terhadap Masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian terhadap puskesmas ini menguraikan beberapa aspek yang merupakan hasil penilaian dari informan dan pandangan dari para responden. Aspek-aspek tersebut meliputi penilaian tentang relevansi kebijakan Puskesmas, prioritas kebijakan dalam pengembangan Puskesmas dan karateristik Puskesmas yang perlu dikembangkan. Berdasarkan keterangan dan data di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa :
3. Perbandingan antara jumlah penduduk Jatinangor dengan jumlah Puskesmas Jatinangor sudah tidak seimbang, sedangkan idealnya adalah 1 Puskesmas melayani 30.000 penduduk (1:30.000). Sementara di Jatinangor perbandingan puskesmas dengan jumlah penduduk adalah 1: 68.570
4. Kebijakan pemerintah yang terkait dengan pendanaan sudah memadai, hal ini karena bahwa alokasi dari APBD membantu kegiatan atau program pelayanan yang dijalankan Puskesmas.
5. Prioritas kebijakan pengembangan Puskesmas adalah pengembangan sarana prasarana dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Pengembangan sarana prasarana dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) didasari bahwa kondisi sarana prasarana yang ada sudah tidak memadai, sementara kondisi SDM yang dimilki oleh Puskesmas dalam mendukung pelayanan Puskesmas terhadap masyarakat, masih kurang sesuai untuk kebutuhan operasional di Kec. Jatinangor, hal ini disebabkan kondisi Jatinangor yang kian hari semakin ramai sehingga banyak kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang perlu ditangani.
6. Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP) Jatinangor merupakan Puskesmas dengan wilayah kerja yang luas dan hal ini akan sangat mempengaruhi atau bahkan tidak akan dapat memaksimalkan pelayanan yang diberikan Puskesmas pada masyarakat sebab keterbatasan-keterbatasan yang dimilki oleh Puskesmas, seperti keterbatasan memiliki alat transportasi untuk menjangkau wilayah yang cukup jauh.
7. Faktor yang dapat menghambat pelaksanaan pengembangan Puskesmas adalah dukungan kualitas sumber daya manusi (SDM) yang dinilai masih rendah terutama adalah SDM untuk tenaga Administrasi, dengan kondisi kualitas SDM tersebut sulit bagi Puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat sebagai pengguna. Sedangkan sebagai potensi yang dapat diberdayakan dalam pengembangan Puskesmas adalah adanya ketersediaan dana subsidi dari pemerintah dan kondisi sarana dan prasarana yang cukup memadai. Sedangkan apabila dilihat dari segi kuantittas, SDM yang dimilki oleh Puskesmas sudah memadai, jumlah SDM yang ada telah dapat menangani pelayanan untuk masyarakat. Dengan kondisi yang demikian SDM menjadi salah satu prioritas aspek kebijakan untuk pengembangan Puskesmas, selain sarana dan prasana.
8. Pelayanan pengobatan yang diberikan oleh Puskesmas menunjukkan bahwa pada dasarnya pelayanan pengobatan ang diberikan oleh pihak Puskesmas cukup memadai ini artinya bahwa pelayanan yang telah diberikan oleh Puskesmas sudah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat walaupun dengan biaya murah. Begitu juga dengan penangan oleh Dokter, pada umumnya pengguna pelaanan Puskesmas merasa puas sebab ditangani langsung oleh Dokter secara langsung, ini berarti Puskesmas Jatinangor telah memberikan pelayanan yang optimal dalam melakukan pelayanan dan membuktikan kinerja Dokter yang baik dalam menangani pasiennya.
9. Tarif yang diberikan oleh Puskesmas yang dinilai murah atau tidak mahal, tarif yang dikenakan oleh Puskesmas sebesar Rp. 3.000 dan jika menggunaka kartu ASKES maka biayanya akan gratis.
10. Kondisi peralatan medis yang digunakan di Puskesmas saat ini kondisinya memadai dan cukup memadai, kondisi peralatan ini sangat erat kaitannya dengan pelayanan yang diberikan, artinya selama ini masyarakat sudah menganggap bahwa pelayanan di Puskesmas sudah baik (memuaskan) dan hal ini tentunya didukung oleh kondisi peralatan medis yang memadai dan lengkap. Begitu juga dengan kondisi obat-obatan yang dimiliki oleh Puskesmas saat ini cukup memadai, karena jumlah obatnya lumayan lengkap, banyak dan beragam, dan dapat diperoleh langsung atau selalu diberikan pada responden tersebut jika berobat disana.
11. Kondisi peralatan mebelair yang terdapat di puskesmas hingga saat ini cukup memadai dan masih dapat menampung pasien saat berobat walapun kondisinya tidak terlalu bagus dan butuh perawatan. Sedangkan untuk kondisi transportasi saat ini puskesmas memiliki mobil yang digunakan untuk Puskesmas keliling dan ambulans yang kondisinya cukup baik untuk beroperasi. Kondisi bangunan Puskesmas, kondisinya cukup memadai, ruangannya cukup lengkap untuk ukuran puskesmas, selain itu, puskesmas mempunyai ruangan yang cukup luas dan terpelihara, dengan ruang kerja (tempat pelayanan pasien) dan kantor terpisah.
12. Masyarakat pengguna Puskesmas setuju apabila ada pengembangan Puskesmas untuk wilayah Jatinangor, sebab hal ini sangat penting mengingat Jatinangor penduduknya sudah banyak dan memang rasio Puskesmas dengan Jumlah penduduk Jatinangor sudah tidak seimbang, sementara dengan pengembangan Puskesmas hal ini berarti dapat meningkatkan kualitas pelayanan Puskesmas terhadap Masyarakat

Saran
Berdasarkan pada pertimbangan dari beberapa kesimpulan yang ada tersebut, berikutnya adalah akan diusulkan beberapa saran, guna pengembangan Puskesmas menuju kecamatan sehat.
1. Pengembangan Puskesmas untuk wilayah Jatinangor dapat dialkuakn dengan pengadaan Puskesmas yang baru sehingga rasio atau perbandingan antara Puskesmas dengan jumlah masyarakat dapat mencapai angka ideal.
2. Selain pengadaan Puskesmas yang baru, pengembangan puskesmas dapat pula dilakukan dengan peningkatan kualitas SDM yang dimilki terutama tenaga Administrasi Pusekesmas.
3. Peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas dapat pula dilakukan dengan pengadaan sarana dan prasarana yang memadai. Seperti peralatan medis dan peralatan mebelair.
Sedangkan dalam rangka tindaklanjut dari saran atau rekomendasi tersebut maka, kiranya perlu dilakukan beberapa langkah nyata atau startegi guna mencapai sasaran yang diinginkan, langkah tersebut antara lain :
1. melakukan kerjasama atau bermitra dengan pihak lain seperti swasta, stratei ini dapat diwujudkan melalui kerjasam antara Puskesmas, Pemerintah dan Pihak Swasta.
2. Melakukan Kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti pihak Puskesmas, Pemerintah, pihak Swasta, Pihak masyarakat dan pihak LSM yang mempunyai kepedulian dalam bidang kesehatan dan bahkan dapat pula melibatkan pihak perguruan tinggi yang terdapat di sekitar lingkungan Puskesmas.
3. Melakukan upaya-upaya yang dapat mempromosikan pelayanan Puskesmas melalui rangkaian kegiatan berupa seminar.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). FEUI. Jakarta.
I.L. Pasiribu. 1986. Sosiologi Pembangunan. Tarsito. Bandung
Ife, Jim (1995), Community Development: Creating Community Alternatives,Vision, Analysis and Practice, Longman, Australia,
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 128/MENKES/SK/II/2004 (2004). Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez, 1994. The Integration of Social Work Practice. Wadsworth, Inc., California.
Pasiribu, Amudi. 1983. Pengantar Statistik. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Pemerintahan Kota Bandung 2004. Master Plan Pembangunan Kesehatan Kota Bandung Tahun 2005 – 2009.
_______________________ (2002) Profil Kesehatan kota Bandung.
_______________________ (2002) Visi, Misi dan Strategi Pembangunan Kesehatan Kota Bandung, Pemerintahan Kota Bandung.
Rappaport, J., 1984. Studies in Empowerment: Introduction to the Issue, Prevention In Human Issue. USA.
Swift, C., & G. Levin, 1987. Empowerment: An Emerging Mental Health Technology, Journal of Primary Preventio. USA.

Rabu, 23 Januari 2008

RENCANA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SARANA KESEHATAN KOTA BANDUNG

Penelitian oleh Soni A. Nulhaqim, bekerjasama antara Laboratorium Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Bappeda Kota Bandung pada tahun 2004

ABSTRAK
Penyusunan renstra pembangunan sarana kesehatan Kota Bandung yang khususnya difokuskan pada pembangunan/pengembangan sarana Puskesmas ditujukan untuk memberikan pedoman kepada Dinas Kesehatan dalam menyelenggarakan fasilitasi, koordinasi, dan pengendalian penyelenggaraan pengembangan Puskesmas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik. Populasi sebanyak 70 Puskesmas diambil sampel secara purposive yaitu dengan pertimbangan Puskesmas yang maju, berkembang dan kurang maju dari setiap wilayah. Dengan demikian sampel Puskesmas yang terambil sebanyak 18 Puskesmas, selain itu dari unsur masyarakat yang menggunakan pelayanan pengobatan Puskesmas juga diambil sampel. Dari masing-masing Puskesmas terpilih, diambil 3 masyarakat yang menggunakan pelayanan Puskesmas, sehingga sampel yang terambil dari unsur masyarakat sebanyak 54 orang. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara dan studi literatur. Pengolahan data menggunakan program SPSS sedangkan analisis data menggunakan persentasi.
Rumusan hasil kajian dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Kebijakan pemerintah mengenai Puskesmas cukup relevan dengan keadaan di lapangan, karena kebijakan tersebut masih relevan dengan tujuan dari pembangunan kesehatan dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Puskemas.
2. Pengalokasian dana APBD untuk pembangunan Puskesmas masih kurang. Hal ini karena dana dari pemerintah (APBD) sudah tidak mencukupi untuk pembiayaan operasional program.
3. Prioritas kebijakan yang harus dikeluarkan dalam pengembanga Puskesmas yaitu kebijakan mengenai sarana dan untuk mensukseskannya semua bidang harus dikembangkan dalam meningkatkan kapasitas Puskesmas.
4. Puskesmas yang perlu dikembangkan yaitu Puskesmas yang memiliki wilayah kerja yang luas dan jumlah penduduknya banyak. Oleh karena itu Puskesmas yang harus dikembangkan harus melihat kategori utama yaitu yang memiliki wilayah kerjanya terlalu luas hingga tidak tidak dapat meng”cover” keseluruhan daerah.
5. Kondisi jumlah tenaga medis dirasa kurang/tidak memadai karena tenaga medis kadang kala tidak bisa melayani semua pasien yang ada. Indikasi ini menunjukkan tenaga medis harus ditingkatkan lagi agar pelayanan kesehatan oleh Puskesmas dapat meningkat.
6. Secara keseluruhan tenaga paramedis harus ditingkatkan kualitasnya karena tugas mereka cukup penting di Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas.
7. Tenaga administrasi sudah memadai namun jika dilihat dari kualitasnya tenaga administrasi masih kurang. Oleh karena itu tenaga adminstrasi harus ditingkatkan kualitasnya karena masih banyak yang bertugas rangkap dan masih ada yang belum paham tugas tanggungjawabnya.
8. Kualitas pelayanan pengobatan Puskesmas sudah bagus, karena Puskesmas masih bisa memberikan pelayanan kepada pasien yang hadir. Sedangkan pelayanan preventif sudah cukup memuaskan kualitasnya karena sudah sesuai dengan rencana dan dilakukan oleh tenaga profesional namun tidak didukung oleh sarana yang baik, namun masih belum optimal dalam tingkat penyuluhan ke masyarakat.
9. Kondisi obat-obatan yang tersedia di Puskesmas kondisinya dalam keadaan cukup memadai sebab hal ini dilatarbelakangi bahwa obat yang diberikan pemerintah harganya murah dan manjur serta cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Namun masih ada ditemukan kondisi obat-obatan yang sudah mendekati waktu kadaluarsanya (ex-fire).
10. Kondisi peralatan medis cukup memadai karena sudah sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Namun ada beberapa yang harus diganti karena sudah tidak layak dipakai.
11. Untuk peralatan mebelair cukup memadai. Namun ada beberapa yang harus diganti karena sudah tidak layak dipakai.
12. Alat transportasi masih sangat kurang bahkan ada yang tidak memiliki alat trasnportasi. Dengan demikian pelayanan kesehatan ke masyarakat luas masih kurang akibat kurang fasilitas.
13. Gedung yang dimiliki Puskesmas sebagian besar cukup memadai. Namun ada Puskesmas yang tidak memiliki gedung dan lahan sendiri yaitu Puskesmas Astana Anyar.
14. Pengguna pelayanan Puskesmas mayoritas adalah masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah, dengan alasan karena biayanya murah. Hal ini menunjukkan Puskesmas menjadi institusi kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam upaya pengembangan Puskesmas direkomendasikan beberapa hal yaitu:
1. Peningkatan kesadaran dan dukungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan Puskesmas.
2. Pembangunan Puskesmas Baru
3. Peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas.
4. Peningkatan peran pemerintah dalam memfasilitasi dan pengawasan terhadap kinerja Puskesmas.
Sedangkan rekomendasi yang bersifat spesifik dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Seminar yang mempertemukan berbagai stakeholders untuk membahas mengenai pengembangan Puskesmas di Kota Bandung.
2. Penambahan jumlah Puskesmas yaitu di wilayah Tegal Lega (Kec. Bojongloa Kidul, Bojongloa Kaler, Babakan Ciparay) dan Bojonegara (Kec. Andir).
3. Pembentukan badan penyantun Puskesmas (BPP) di setiap Puskesmas.
4. Pengembangan Puskesmas perkotaan diprioritaskan pada 4 Puskesmas yang telah ditetapkan sebagai Puskesmas Perkotaan yaitu Puskesmas Pasundan, Puskesmas Puter, Puskesmas Kiaracondong dan Buah Batu. Dalam perkembangan selanjutnya, ditambah 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Kopo.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dimana pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan paradigma sehat tersebut ditetapkan Visi yaitu gambaran prediksi atau harapan tentang keadaan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang yaitu Indonesia Sehat 2010.
Indonesia Sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Untuk mewujudkan Visi Indonesia sehat 2010 ditetapkan misi pembangunan kesehatan sebagai berikut :
1. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, merata dan terjangkau
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat beserta lingkungannya
5. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan
6. Profesionalisme
7. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
8. Desentralisasi
Berdasarkan pertimbangan diatas, salah satu strategi pembangunan kesehatan yang perlu dikembangkan adalah pemerataan pelayanan yaitu upaya pelayanan kesehatan masyarakat yang dapat dijangkau oleh masyarakat keseluruhan atau dengan kata lain yaitu mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Upaya tersebut dilakukan melalui pembangunan dan peningkatan sarana prasarana kesehatan seperti memperbanyak balai-balai kesehatan, Puskesmas, melengkapi alat-alat kesehatan, meningkatkan mutu dan jumlah petugas medis serta pengadaan obat-obat generik dan lain-lain.
Puskesmas merupakan basis pelayanan kesehatan di tingkat komunitas dan merupakan institusi kesehatan yang menjadi ujung tombak pembangunan kesehatan. Segmen dari sasaran pelayanan kesehatan Puskesmas adalah masyarakat menengah ke bawah dengan wilayah garapannya kecamatan.
Dari beberapa studi, masalah yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas meliputi sarana prasarana (ruangan dan sarana transportasi) belum memadai, keterbatasan SDM (medis dan para medis), keterbatasan alat-alat medis dan obat-obatan, sulit dijangkau terutama di daerah pedesaan, tenaga medis (studi pelayanan kesehatan 2002 dan 2003).
Kota Bandung merupakan tipikal masyarakat perkotaan memiliki berbagai permasalahan diatas dalam upaya pengembangan pelayanan kesehatan pada level Puskesmas. Disamping itu ada beberapa target yang hendak direalisasikan pada tahun mendatang dalam upaya pengembangan Puskesmas Kota Bandung meliputi peningkatan jumlah Puskesmas dimana pada saat ini sebanyak 70 buah, ditahun mendatang idealnya 76, begitupun untuk rasio antara Puskesmas dengan penduduk dimana pada saat ini yaitu rasio yang ada 1 : 32.576, ditahun mendatang idealnya 1: 30.000.
Dalam upaya merealisasikan pembangunan kesehatan khususnya pengembangan kesehatan maka diperlukan arah yang menjadi pedoman berpijak sebagai goal yang dicapainya. Arah tersebut diformulasikan dalam rencana dan strategi pengembangan Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kota Bandung.
Rencana Strategis Pembangunan Sarana Kesehatan khususnya Puskesmas di Kota bandung dibuat dengan maksud:
1. Sebagai penjabaran rencana strategis Pembangunan Kesehatan Kota Bandung.
2. Sebagai pedoman bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas, dan instansi terkait lainnya serta stakeholder yang berhubungan dengan pengembangan Puskesmas
Rencana Strategis Pembangunan Sarana Kesehatan khususnya pengembangan Puskesmas Kota Bandung dibuat dengan tujuan untuk :
1. Memberikan pedoman kepada Dinas Kesehatan dalam menyelenggarakan fasilitasi, koordinasi, dan pengendalian penyelenggaraan pengembangan Puskesmas untuk mencapai optimalitas kinerja dalam pembangunan kesehatan di Kota Bandung.
2. Meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Dinas Kesehatan Kota Bandung yang dapat diukur dan dievaluasi secara objektif.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptip analitik artinya menggambarkan dan mendeskripsikan fenomena yang ada saat penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung, dengan populasi Puskesmas.
Dari populasi tersebut diambil sampel secara purposive yaitu dengan pertimbangan Puskesmas yang maju dan kurang maju dari setiap wilayah. Kriteria Puskesmas maju dan kurang maju yaitu didasarkan dari hasil konsultasi dengan pihak Dinas Kesehaan Kota Bandung.
Kota Bandung di bagi menjadi 6 wilayah, dari masing-masing wilayah diambil sampel sebanyak 3 Puskesmas terdiri dari Puskesmas maju, berkembang dan kurang maju. Dengan demikian sampel Puskesmas yang terambil sebanyak 18 Puskesmas, selain itu dari unsur masyarakat yang menggunakan pelayanan pengobatan Puskesmas juga diambil sampel. Dari masing-masing Puskesmas terpilih, diambil 3 masyarakat yang menggunakan pelayanan Puskesmas, sehingga sampel yang terambil dari unsur masyarakat sebanyak 54 orang.
Untuk keperluan analisis kajian ini, data dan informasi yang dikumpulkan berasal dari data hasil wawancara kepada kepala Puskesmas dan dari masyarakat pengguna pelayanan. Untuk melengkapi kajian ini di lakukan pula penelusuran berbagai kebijakan dan dokumen yang terkait dengan kajian ini.
Alat penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dari responden baik responden petugas Puskesmas maupun masyarakat pengguna pelayanan dilakukan dengan menggunakan wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan.
Data yang terkumpul terutama hasil kuesioner diproses dengan menggunakan program SPSS yaitu program statistik dengan menggunakan alat bantu komputer. Sebelum data di proses terlebih dahulu dilakukan coding data yaitu kegiatan untuk mengklasifikasikan jawaban responden ke dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan, hal ini dilakukan terutama pada jawaban yang terbuka. Setelah kegiatan coding maka dilanjutkan dengan entry data yaitu kegiatan memasukan data hasil wawancara yang telah di coding ke dalam program SPSS yang selanjutnya dilakukan pengolah data. Hasil dari pengolahan data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebijakan
Kebijakan Puskesmas berisi tentang komitmen pemerintah dalam mengembangkan Puskesmas agar sesuai dengan fungsinya sebagai intitusi kesehatan yang paling dasar ditingkat komunitas. sebagian besar responden yaitu 66,7 % berpendapat bahwa kebijakan pemerintah mengenai Puskesmas masih relevan. Sementara itu sekitar 27,8 % menyatakan cukup relevan dengan alasan bahwa ketentuan-ketentuan guna pengembangan Puskesmas masih relevan namun dari segi pendanaan dirasakan masih kurang serta ada pula yang berpendapat bahwa ada beberapa kebijakan yang tidak sesuai terutama mengenai pengelolaan Puskesmas yang kurang otonom jadi tidak sesuai di era reformasi dan isu desentralisasi. Selanjutnya sekitar 5,5 % dari responden menyatakan bahwa kebijakan pemerintah tentang pengembangan Puskesmas sudah tidak relevan lagi mengingat alokasi dana yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan.
Kebijakan alokasi dana Puskesmas di daerah Kota Bandung mendapatkan alokasi dana dari APBD. Hasil penelitian menunjukan bahwa alokasi dana yang diberikan kepada Puskesmas sudah tidak memadai, 66,7% responden menyatakan demikian dengan alasan dana yang diberikan tidak sesuai dengan jumlah program yang harus dijalankan. Sedangkan 27,8% responden menyatakan cukup memadai namun masih beranggapan bahwa dana yang diberikan tidak sesuai dengan dana operasionalisasi Puskesmas.
Mengenai biaya mayoritas responden yaitu 55,5% mengatakan biaya yang dikenakan kepada pengguna pelayanan masih cukup memadai dengan alasan biaya tersebut murah karena mendapat subsidi. Responden juga mengatakan karena sebagian besar masyarakat yang menjadi sasaran pelayanan adalah masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah sehingga selayaknya harga yang diberikan harus murah dan terjangkau.
Selanjutnya, prioritas pengembangan SDM dan pengembangan pelayanan nampaknya hampir sama mengingat perbedaannya hanya sekitar 5,6 %, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua indikator tersebut masuk pada kategori prioritas kebijakan yang utama. Pengembangan SDM ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan Puskesmas sehingga sesuai dengan harapan masyarakat mengingat dalam pelaksanaan pelayanan belum sepenuhnya bisa diberikan oleh dokter, disamping itu kondisi jumlah tenaga kesehatan tidak sebanding dengan jumlah pasien. Hanya sedikit saja yaitu sebesar 5,6 % responden menyatakan pengembangan SDM bukan sesuatu yang urgen. Indikator pengembangan pelayanan perlu diprioritaskan mengingat luasnya ruang lingkup pelayanan, guna mengembangkan kompetisi dengan dokter praktek swasta, serta belum memuaskannya kualitas pelayanan yang ada. Sementara tanggapan responden mengenai pengembangan pelayanan bukan menjadi prioritas program yang harus dikembangkan dikarenakan program yang sudah ada juga belum terlaksana.
Mengungkapkan karateristik Puskesmas yang perlu dikembangkan. Sebanyak 44,4 % responden menilai bahwa Puskesmas dengan wilayah yang luas menempati posisi pertama untuk dikembangkan. Puskesmas dengan wilayah kerja luas tersebut adalah Kopo, Pasirkaliki dan Garuda. Sementara itu sebanyak 22,2% responden berpendapat bahwa Puskesmas yang perlu dikembangkan adalah Puskesmas dengan jumlah pasien yang banyak karena Puskesmas yang terkait berada di wilayah kerja dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Sehingga jumlah pasien yang banyak tersebut menuntut Puskesmas untuk memiliki daya tampung yang cukup untuk melayani pasien, sementara daya tampung dan kapasitas pelayanan amat terbatas sehingga Puskesmas perlu dikembangkan. Selanjutnya sekitar 16,7% responden menilai bahwa Puskesmas yang perlu dikembangkan adalah Puskesmas yang kurang maju dan dengan jumlah pasien sedikit. Sementara itu ada sekitar 11,1% responden menyatakan bahwa Puskesmas yang perlu di kembangkan adalah Puskesmas yang pelayanannya dirasa kurang baik, sehingga memunculkan keengganan pada pasien untuk menggunakan pelayanan Puskesmas, yang mengakibatkan Puskesmas tersebut tidak banyak dikunjungi oleh masyarakat. Jadi kondisi pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas menjadi alasan Puskesmas perlu dikembangkan. Sementara itu wilayah atau lokasi yang strategis perlu pula adanya pengembangan Puskesmas hal ini dikemukakan oleh sekitar 5,6% responden. Sebab dengan lokasi yang strategis Puskesmas mampu memberikan pelayanan secara maksimal.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan ditemukan pula ada Puskesmas yang tidak memiliki lahan sendiri, namun berdiri di atas lahan milik kelurahan, Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Astana Anyar. Beda dengan Astana Anyar, Puskesmas Karang Setra mempunyai kondisi bangunan yang sudah tidak layak pakai dan berada di luar wilayah kerjanya. Berdasarkan kedua kasus tersebut perlu pula dipertimbangkan adanya pengembangan Puskesmas untuk wilayah Puskesmas Astana Anyar dan wilayah Puskesmas Karang Setra.

Sumber Daya Manusia
Kondisi sumber daya manusia terkait dengan tenaga medis, paramedis dan administrasi baik itu menurut kuantitas (jumlah) maupun kualitas. Dimensi pertama yang menunjukan kondisi tenaga medis jika dilihat dari kondisi kuantitasnya yang memiliki presentasi terbesar yaitu 55,5% menunjukan kondisi yang cukup memadai dengan alasan bahwa tenaga medis yang dimiliki sudah dapat melayani sebagian pasien tetapi karena umumnya para tenaga medis yang ada memiliki kesibukan yang padat di luar Puskesmas maka sebagian dari pasien lainnya tidak dapat ditangani. Dengan demikian tenaga medis yang ada masih dianggap kurang. Kemudian kondisi jumlah tenaga medis dirasa kurang/tidak memadai sebesar 27,8% dengan alasan banyaknya jumlah pasien yang menggunakan jasa pelayanan sehingga tenaga medis yang ada tidak dapat menangani secara optimal, selain itu tenaga medis yang ada merangkap menjadi kepala Puskesmas sehingga beban tugas yang di miliki semakin berat. Untuk jawaban memadai berkisar 16,7% karena tenaga medis yang ada sudah sesuai dengan standar kebutuhan.
Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan kondisi kualitas tenaga medis yang ada sudah memadai sebesar 27,5% dengan alasan tenaga yang ada berpengalaman dan profesional dalam melaksanakan tugasnya dan ada pula yang mengatakan dokternya ramah dan baik. Selanjutnya 61,7% yang mengatakan cukup memadai dengan alasan tenaga medis yang ada menguasai manajemen Puskesmas dan memiliki banyak pengalaman tapi ada sesuatu bagian yang kurang yaitu keterampilan perlu ditambah dan umumnya hanya berpendidikan S1. Jika dibandingkan dengan perkembangan zaman, kondisi seperti ini perlu disesuaikan lagi karena kenyataan yang ada, banyak jenis penyakit yang bermunculan dan perlu adanya perluasan wawasan pengetahuan dengan cara peningkatan pendidikan para tenaga medis. Sedangkan sisanya yang menyatakan tidak memadai sebesar 11,1% yang memiliki alasan kurang dari standar kelayakan Puskesmas dan kurangnya pengalaman pendidikan non formal (pelatihan).
Kondisi jumlah tenaga paramedis, mayoritas responden sebesar 55,5% mengatakan cukup memadai karena sudah dianggap sesuai dengan kebutuhan dan jumlah yang ada cukup untuk melayani pasien yang berobat. Responden yang menjawab memadai sebasar 27,8% dengan alasan jumlah yang ada lebih dari cukup bahkan ada yang mengatakan berlebihan. Sedangkan 16,7% mengatakan tidak memadai karena dilihat masih banyak yang memiliki tugas rangkap, contohnya seorang bidan kadangkala menjadi ahli gizi atau peracik obat. Dilihat dari sisi kualitasnya, tenaga paramedis yang dimiliki Puskesmas umumnya sudah cukup memadai dengan alasan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh tenaga medis sesuai dengan profesinya dan pendidikannya dirasa sudah cukup meskipun masih ada yang kurang terampil. Namun 66,7% dari responden mengatakan kompetensi tersebut perlu ditingkatkan lagi guna meningkatkan pelayanan secara maksimal.
Dari semua sumber daya manusia yang ada di Puskesmas, kualitas tenaga administrasi yang dirasakan sangat kurang memadai. Sekitar 61,1% mengatakan kurang memadai dikarenakan pendidikan dan keterampilan sangat kurang dan masih menggunakan pengelolaan yang manual sehingga menyebabkan pelayanan administrasi tidak sistematis. Selain itu ada beberapa petugas memiliki tugas rangkap seperti contohnya; seorang kepala TU mengerjakan tugas sebagai penjaga loket pendaftaran. Sisanya menjawab cukup memadai dengan alasan sudah berpengalaman dan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Jika dilihat dari segi jumlahnya, tenaga administrasi yang dimiliki memadai karena sesuai dengan kebutuhan struktur Puskesmas yang tidak terlalu komplek dan hanya 22,2 % yang mengatakan tidak memadai karena dilihat jumlahnya kurang sehingga menyebabkan cara kerjanya kurang cepat dan tanggap melayani pasien.
Pelayanan
Kondisi pelayanan pengobatan Puskesmas di Kota Bandung dapat dikatakan cukup memadai baik itu menyangkut kualitas maupun kuantitas pelayanan. Jika kuantitas pelayanan pengobatan, sebesar 72,2% responden mengatakan cukup memadai karena masyarakat yang butuh pengobatan dapat dilayani dengan baik dan tidak ada keluhan dari pasien meskipun tenaga medis atau dokter masih kurang. Namun dibalik itu semua ada beberapa Puskesmas yang beroperasi tidak sesuai dengan waktu operasional yang telah ditentukan yaitu dari jam 08:00–14:00. Berbeda dengan jauh dengan responden yang menjawab cukup memadai maka sebanyak 22,2% responden menyatakan bahwa kuantitas pelayanan Puskesmas memadai dengan didasari bahwa pelayanan tersebut dilakukan setiap hari oleh Puskesmas, sementara itu terdapat sekitar 5,6% responden menilai bahwa kuantitas pelayanan pengobatan yang dilakukan oleh Puskesmas sudah tidak memadai lagi hal ini terkait bahwa pelayanan yang dilakukan sangat bergantung pada kondisi obat-obatan yang dimiliki oleh Puskesmas dan tenaga dokter yang dimiliki oleh Puskesmas terkait.
Penilaian responden mengenai pelayanan pengobatan dari segi kualitas, hasil temuan di lapangan terdapat sebagian besar yaitu sekitar 72,2% responden menganggap bahwa kualitas pelayanan pengobatan yang dilakukan oleh Puskesmas cukup memuaskan dengan anggapan bahwa pelayanan pengobatan diberikan langsung oleh tenaga medis (dokter), namun jika tak tertangani atau berhalangan terkadang diserahkan kepada mantri dan bidan hal ini sering kali terjadi yang tidak lain disebabkan karena jumlah tenaga medis rata-rata hanya seorang di setiap Puskesmas meskipun ada beberapa Puskesmas yang memiliki tenaga medis lebih dari satu itupun sebatas pada Puskesmas yang dapat dikatakan sudah maju seperti Puskesmas Puter dan Pasundan. Selanjutnya terdapat 27,8% responden menilai bahwa kualitas pelayanan pengobatan sudah memuaskan hal ini karena pasien yang berobat tidak ada yang “komplain” dan merasa puas sehingga setiap mengalami sakit datang kembali ke Puskesmas.
Kuantitas pelayanan yang bersifat preventif berdasarkan penelitian, sebesar 66,7% dari responden mengatakan cukup memadai dengan alasan sudah sering dilakukan namun dalam bidang penyuluhan belum optimal. Sedangkan kualitas pelayanan preventif berdasarkan hasil penelitian 77,8% responden mengatakan cukup memuaskan karena sudah sesuai dengan rencana dan dilakukan oleh tenaga profesional namun tidak didukung oleh sarana yang baik.
Pengguna pelayanan Puskesmas berasal dari golongan masyarakat menengah kebawah. Indikator kenyataan tersebut adalah banyak Puskesmas yang berlokasi di wilayah masyarakat yang termasuk dalam golongan menengah ke bawah seperti di daerah Pasawahan, Cibolerang, Karang Setra dan Astana Anyar, banyak pengguna yang pekerjaannya sebagai PNS yang berpenghasilan > Rp 2 juta dan banyak pengguna yang memanfaatkan kartu sehat/Askes. Selain itu biaya pengobatan yang sangat murah dapat juga dikatakan sebagai indikator karena dengan harga yang murah sudah pasti penggunanya mayoritas golongan menengah kebawah
Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana dapat dibedakan menjadi beberapa kategori antara lain adalah peralatan medis, obat-obatan, peralatan mebelair, alat tranportasi dan bangunan.
Kondisi peralatan medis menurut 61,1% responden cukup memadai karena peralatan yang ada dianggap sudah lengkap dan sesuai kebutuhan. Ada beberapa kondisi peralatan medis bagus tetapi tidak lengkap dan ada yang kondisi peralatan medisnya masih layak dipakai tetapi perlu adanya perbaikan. Selain itu 22,2% responden menyatakan kondisi peralatan medis memadai karena sudah sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Sisanya 16,7% memilih jawaban tidak memadai dengan alasan bahwa kondisi peralatan medis yang ada sebagian besar harus diganti karena sudah tidak layak dipakai
Sarana dan prasarana lainnya adalah kondisi obat-obatan yang tersedia di Puskesmas. Dari hasil penelitian menunjukkan sebesar 61,1% responden mengatakan kondisi obat-obatan cukup memadai karena mereka beranggapan bahwa obat yang diberikan pemerintah harganya murah karena di subsidi dan manjur karena menggunakan obat generik yang tidak kalah khasiatnya dengan obat-obatan lainnya. Selain itu jumlah obat-obatan yang ada tersedia banyak sehingga persediaannya cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Tetapi masih ada responden sebesar 5,6% dari total keseluruhan yang mengatakan bahwa kondisi obat-obatan tidak memadai karena adanya obat yang sudah mendekati waktu kadaluarsanya (ex-fire).
Peralatan mebelair sebesar 55,6% mengatakan cukup memadai dengan alasan masih bagus dan layak dipakai dan sesuai dengan kebutuhan pengguna pelayanan. Tetapi kondisi tersebut dirasakan masih perlu dilakukan perawatan dan penambahan jumlah karena melihat perkembangan pengguna pelayanan yang kian hari kian bertambah. Sedangkan yang mengatakan memadai dengan alasan peralatan yang ada masih baru dan sesuai dengan kondisi ruangan yang tersedia sebesar 22,2%. Begitu pula yang mengatakan tidak memadai dengan alasan jumlahnya kurang jika dibandingkan dengan jumlah pengguna pelayanan yaitu sebesar 22,2%.
Kondisi tranportasi yang ada di Puskesmas, mayoritas responden yaitu sebesar 77,8% mengatakan tidak memadai hal itu dikarenakan tranportasi yang dimiliki sudah tidak layak pakai dan sering rusak selain itu juga melihat cakupan wilayah kerja yang luas sehingga membutuhkan alat transportasi yang baik. Bahkan ada beberapa Puskesmas yang menyatakan tidak memiliki alat tranportasi sama sekali baik motor ataupun mobil yaitu Puskesmas Suralaya dan Cibolerang. Sedangkan sisanya 22,2% responden menjawab cukup memadai karena adanya alat tranportasi seperti motor tetapi jika dibandingkan dengan program yang ada yaitu untuk Puskesmas keliling serta untuk menanggulangi pasien yang kondisinya cukup parah dengan alat transportasi yang ada (motor) tidak akan tertangani oleh karena itu perlu ditambah dengan mobil ambulance
Kondisi gedung Puskesmas, sebanyak 38,9% responden mengatakan kondisi gedung yang ada sudah memadai karena ada gedung yang baru dibangun seperti Puter, Pasundan serta Kopo, selain itu bangunannya juga cukup luas. Namun dengan jumlah yang sama yaitu 38,9% responden mengatakan kondisi gedung Puskesmas saat ini sudah tidak memadai karena banyak bagian gedung yang rusak bahkan ada Puskesmas yang menumpang di lahan kelurahan dan dindingnya terbuat dari kayu/triplek, bangunanya sangat kecil hingga tidak bisa menampung pasien lebih dari 10 orang dan ruangan untuk pelayanan yang sedikit sehingga satu ruangan merangkap untuk melayani beberapa pelayanan seperti yang dijumpai pada Puskesmas Astana Anyar. Kemudian responden yang menjawab cukup memadai sebanyak 22,2% karena bangunannya masih bagus walaupun letaknya kurang strategis, bahkan ada bangunan yang luas tapi masih memiliki sedikit ruangan untuk pelayanan

Identitas Pengguna Pelayanan
Berdasarkan hasil data lapangan diketahui rata-rata umur responden masyarakat yang menggunakan fasilitas pelayanan pengobatan Puskesmas adalah 34,78 tahun. Selanjutnya, untuk melihat komposisi umur responden, umur terendah adalah 16 tahun dan tertinggi 65 tahun. Tampak sebagian besar responden mengelompok pada umur 31-40 tahun, disusul kemudian kelompok umur 21–30 tahun, dan hanya sebagian kecil responden yang berada pada kelompok umur kurang dari 20 tahun, dan biasanya kelompok ini hampir seluruhnya masih berstatus pelajar sekolah. Responden yang berada pada kelompok umur diatas 50 tahun juga memiliki jumlah yang sedikit. Data ini menggambarkan bahwa kelompok umur muda (= 20 tahun) dan umur tua (>=51 tahun) relatif sedikit yang memanfaatkan pelayanan pengobatan dari Puskesmas.
Masyarakat yang datang untuk berobat ke Puskesmas sebagian besar berpendidikan relatif rendah, sedangkan mereka yang berpendidikan diploma atau sarjana relatif sedikit yang memanfaatkan pelayanan pengobatan Puskesmas, biasanya kelompok ini leboih banyak yang memanfaatkan pelayanan pengobatan di dokter praktek swasta. Tampaknya ada hubungan yang cukup signifikan antara pendidikan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan pengobatan Puskesmas, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin sedikit yang mau memanfaatkan pelayanan Puskesmas, dan sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikannya maka cenderung akan semakin banyak yang memanfaatkan pelayanan Puskesmas.
Sebagian besar responden memiliki kegiatan utamanya wiraswasta sebanyak 30% kelompok ini terdiri dari sebagian dari mereka sebagai pedagang kecil, sedangkan mereka yang tidak bekerja jumlahnya cukup banyak yaitu 26%. Selain itu, mereka yang bekerja sebagai PNS jumlahnya cukup banyak yang berobat ke Puskesmas, hal ini dimungkinkan karena mereka banyak yang memanfaatkan ASKES.
Penghasilan keluarga tampaknya juga ikut mempengaruhi jumlah responden yang berobat ke Puskesmas, biasanya mereka yang memiliki penghasilan rendah yang lebih banyak datang ke Puskesmas dibandingkan dengan mereka yang memiliki penghasilan menengah ke atas. Penghasilan terrendah sebesar Rp. 100.000 dan tertinggi Rp. 5.000.000 dengan rata-rata penghasilanya sebesar Rp. 909.362. Jika melihat dari rata-rata penghasilan keluarga tampaknya masyarakat yang datang untruk berobat ke Puskesmas berasal dari golongan ekonomi relatif rendah. Mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas umumnya akan memanfaatkan fasilitas pelayanan dokter praktek swasta
Tanggapan Pengguna Pelayanan Puskesmas
Sehubungan dengan rencana pengembangan Puskesmas ada beberapa variabel yang cukup penting untuk dikaji, diantaranya adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap pelayanan pengobatan yang diberikan oleh Puskesmas. Data lapangan menunjukkan hampir seluruhnya mengatakan memuaskan (56,9%) dan yang mengatakan cukup memuaskan 43,1%. Ini artinya bahwa pelayanan yang telah diberikan oleh Puskesmas sudah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat ditandai dengan biaya pengobatan yang murah.
Kondisi peralatan medis yang digunakan di Puskesmas banyak yang mengatakan kondisinya baik dan hanya 2% yang mengatakan kondisinya sudah tidak baik lagi. Persepsi ini menurut apa yang terlihat oleh responden saat berobat ke Puskesmas. Kondisi peralatan ini sangat erat kaitannya dengan pelayanan yang diberikan. Artinya selama ini masyarakat sudah menganggap bahwa pelayanan di Puskesmas sudah baik (memuaskan) bila ditunjang dengan adanya peralatan medis yang bagus dan lengkap, maka diharapkan yang akan datang berobat ke Puskesmas tidak hanya dari kalangan masyarakat golongan ekonomi bawah saja tapi juga masyarakat lainnya. Mengenai tarif pengobatan, biasa dilakukan dengan cara subsidi silang, artinya mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas dikenakan biaya yang lebih tinggi dari tarif yang diperuntukan bagi golongan ekonomi, dengan demikian Puskesmas dapat mengatasi kekurangan dana operasional. Tentunya hal ini perlu didukung dengan peningkatan pelayanan
Menganai kondisi obat-obatan, ternyata persepsi pengguna pelayanan mengatakan bahwa kondisi obat-obatan bagus, cukup bagus, dan tidak bagus, masing-masing sebesar 62,7%, cukup bagus sebanyak 31,4% dan 5,9%. Mereka yang mengatakan bagus memberikan alasan karena obat tersebut manjur, murah dan jumlahnya sesuai kebutuhan. Sedangkan yang mengatakan kondisi obat tidak bagus, dengan alasan karena persediaan obatnya kurang sehingga ada obat yang harus dibeli di apotik dengan harga yang lebih mahal dari Puskesmas
Selain obat-obatan, kondisi mebelair di Puskesmas menurut pengguna pelayanan cukup memadai (51,0%), memadai (45,1%). Alasan yang paling banyak dikemukakan oleh mereka karena masih bagus dan layak pakai, sedangkan yang mengatakan bahwa kondisinya tidak memadai (3,9%), alasannya, sudah banyak yang rusak.
Sedangkan menganai kondisi bangunan, responden yang mengatakan bahwa kondisi bangunan Puskesmas cukup memadai, sebanyak 32,7% memberikan alasan karena bangunan tersebut permanen dan bagus bahkan ada diantaranya masih baru (baru dibangun), dan 7,1% masing-masing memberikan alasan karena bangunan Puskesmas masih perlu perbaikan, dan tidak memiliki ruang untuk rawat inap
Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan
1. Kebijakan pemerintah mengenai Puskesmas cukup relevan dengan tujuan dari pembangunan kesehatan dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Puskemas.
2. Pengalokasian dana APBD untuk pembangunan Puskesmas masih kurang. Hal ini karena dana oleh pemerintah (APBD) sudah tidak mencukupi untuk pembiayaan operasional program.
3. Prioritas kebijakan yang harus dikeluarkan dalam pengembangan Puskesmas yaitu kebijakan mengenai sarana dan untuk mensukseskannya semua bidang harus dikembangkan dalam meningkatkan kapasitas Puskesmas.
4. Puskesmas yang perlu dikembangkan yaitu Puskesmas yang memiliki wilayah kerja yang luas dan jumlah penduduknya banyak. Oleh karena itu Puskesmas yang harus dikembangkan harus melihat kategori utama yaitu yang memiliki wilayah kerjanya terlalu luas hingga tidak bisa mencapai masyarakat luas.
5. Kondisi jumlah tenaga medis dirasa kurang/tidak memadai karena tenaga medis kadang kala tidak bisa melayani semua pasien yang ada. Indikasi ini menunjukkan tenaga medis harus ditingkatkan lagi agar pelayanan kesehatan oleh Puskesmas dapat meningkat.
6. Secara keseluruhan tenaga paramedis harus ditingkatkan kualitasnya karena tugas mereka cukup penting di Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas.
7. Tenaga administrasi sudah memadai namun jika dilihat dari kualitasnya tenaga administrasi masih kurang. Oleh karena itu tenaga adminstrasi harus ditingkatkan kualitasnya karena masih banyak yang bertugas rangkap dan masih ada yang belum paham tugas tanggungjawabnya.
8. Kualiatas pelayanan pengobatan Puskesmas sudah bagus, karena Puskesmas masih bisa memberikan pelayanan kepada pasien yang hadir. Sedangkan pelayanan preventif sudah cukup memuaskan kualitasnya karena sudah sesuai dengan rencana dan dilakukan oleh tenaga profesional namun tidak didukung oleh sarana yang baik, namun masih belum optimal dalam tingkat penyuluhan ke masyarakat.
9. Kondisi obat-obatan yang tersedia di Puskesmas kondisinya dalam keadaan cukup memadai sebab hal ini dilatarbelakangi bahwa obat yang diberikan pemerintah harganya murah dan manjur serta cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Namun masih ada ditemukan kondisi obat-obatan yang sudah mendekati waktu kadaluarsanya (ex-fire).
10. Kondisi peralatan medis cukup memadai karena sudah sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Namun ada beberapa yang harus diganti karena sudah tidak layak dipakai.
11. Untuk peralatan mebelair cukup memadai. Namun ada beberapa yang harus diganti karena sudah tidak layak dipakai.
12. Alat transportasi masih sangat kurang bahkan ada yang tidak memiliki alat trasnportasi. Dengan demikian pelayanan kesehatan ke masyarakat luas masih kurang akibat kurang fasilitas.
13. Gedung yang dimiliki Puskesmas sebagian besar cukup memadai. Namun ada Puskesmas yang tidak memiliki gedung dan lahan sendiri yaitu Puskesmas Astana Anyar.
14. Pengguna pelayanan Puskesmas mayoritas adalah masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah, dengan alasan karena biayanya murah. Hal ini menunjukkan Puskesmas menjadi institusi kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
15. Berdasarkan data sekunder dan hasil penelitian, rasio antara jumlah penduduk Kota Bandung dengan jumlah Puskesmas yang tersedia adalah 1:31.832, oleh karena itu untuk mencapai angka ideal yaitu 1:30.000, Kota Bandung membutuhkan 4 Puskesmas lagi. Hingga rasio yang dicapai adalah 1:29.319, dengan jumlah total Puskesmas adalah 76 Puskesmas.
Rekomendasi
Penyusunan rencana dan strategi ini selanjutnya akan diusulkan melalui beberapa proyek yaitu
1. Peningkatan kesadaran dan dukungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan Puskesmas
2. Pembangunan Puskesmas Baru
3. Peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas.
4. Peningkatan peran pemerintah dalam memfasilitasi dan pengawasan terhadap kinerja Puskesmas.
Untuk mempermudah pelaksanaan program tersebut diperlukan :
1. Seminar yang mempertemukan berbagai stakeholder untuk membahas mengenai pengembangan Puskesmas di Kota Bandung.
2. Pembahasan program tersebut di tingkat pembuat kebijakan minimal di Bappeda Kota Bandung atau Dinas Kesehatan Kota Bandung, sehingga dapat diajukan menjadi bagian agenda pembahasan anggaran di DPRD Kota Bandung.
3. Upaya-upaya dalam menggalang kerjasama dengan lembaga donor.
4. Kerjasama antara pengelola program dengan pihak Perguruan Tinggi khususnya yang mempunyai keahlian dalam bidang Pengembangan Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI (1999). Pedoman Kerja Puskesmas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Kota Bandung (2000) Model Puskesmas Perkotaan Dalam Menunjang Kota Bandung Sehat 2007.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 128/MENKES/SK/II/2004 (2004). Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan Walikota Bandung Nomor 1550 Tahun 2003. Perubahan Pertama Keputusan Walikota Bandung Nomor 500 Tahun 2002 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas pada Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Lembaran Daerah Kota Bandung: Sekretaris Derah Kota Bandung.
Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 58 Tahun 2003. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat. Sekretaris Daerah Propinsi Jawa Barat.
Pemerintahan Kota Bandung 2004. Master Plan Pembangunan Kesehatan Kota Bandung Tahun 2005 – 2009,
­­­­­_________________(2002) Profil Kesehatan kota Bandung.
_________________(2002) Visi, Misi dan Strategi Pembangunan
Kesehatan Kota Bandung, Pemerintahan Kota Bandung.

Senin, 14 Januari 2008

PERENCANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL DAN MAHASISWA PEMONDOK DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG

Oleh: DR. Soni A. Nulhaqim.S.Sos.M.Si

ABSTRAK
Lingkungan yang diharapkan di Jatinangor adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, maka peningkatan kesehatan lingkungan masyarakat harus lebih baik. Dalam penelitian yang berjudul Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat Lokal Dan Mahasiswa Pemondok Dalam Pembangunan Kesehatan Berwawasan Lingkungan Di Jatinangor Kabupaten Sumedang, bertujuan untuk mengetahui Keadaan kesehatan di Jatinangor, Perilaku masyarakat dan Mahasiswa dalam pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan, Peran masyarakat dan mahasiswa dalam pembangunan kesehatan lingkungan meliputi RAKSA (rumah, air bersih, kakus, sampah dan air limbah rumah tangga). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kuantitaif dengan mengambil sampel 30 responden mahasiswa dan 30 responden dari penduduk lokal.
Hasil kajian adalah untuk Rumah Sehat mayoritas sudah permanen upaya-upaya yang dilakukan responden untuk menjaga rumah sehat hanya berupa kebiasaan responden seperti membuka pintu atau jendela, sedangkan tiap responden sudah memiliki keinginan untuk menjaga keharmonisan interaksi antara penduduk lokal dengan mahasiswa dan sebaliknya. Air Bersih, sumber air untuk keperluan mandi di dapat dari sumur bor atau galian. Sedangkan untuk dikonsumsi lebih banyak yang membeli kemasan isi ulang atau membeli air mineral. Upaya-upaya responden mahasiswa maupun penduduk untuk menjaga agar air tidak kootr yaitu memilih dengan membesihkan tempat penampungan air. Kakus/MCK, mayoritas sudah memiliki kakus/MCK sendiri, dan mayoritas sudah menggunakan septic tank. Sampah, sebagian besar responden mengurus sampah rumah tangga sendiri, dengan membuang di tong sampah, namun setelah itu banyak dengan cara dibakar sebab petugas kebersihan belum ada (belum ada yang mengangkut sampah). Air Limbah Rumah Tangga, Mayoritas responden sudah memiliki saluran air limbah rumah tangga dan arah aliran air tersebut menuju ke saluran air (selokan) umum.
Dalam mengatasi permasalahan Kesehatan Lingkungan, maka diiperlukan suatu Kerja sama yaitu kemitraan dari semua pihak dan sinkronisasi terutama dalam menjalankan program-program berdasarkan bidang Rumah Sehat, Air Bersih, Kakus, Sampah, dan Air limbah.

1 Penelitian, Dibiayai oleh Dana DIPA PNBP Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2006
Berdasarkan SPK No. 207/J06.14/LP/PL/2006 Tanggal 29 Maret 2006
2 Ketua Peneliti

Latar Belakang
Jatinangor adalah salah satu kecamatan di Barat Kab. Sumedang dan dikenal sebagai kawasan pendidikan, di dalamnya terdapat empat Perguruan Tinggi yaitu Universitas Padjadjaran, Universitas Winaya Mukti, IKOPIN (Institut Koperasi dan Manajemen Indonesia), dan IPDN (Institut Pendidikan Dalam Negeri). Maka dari itu pendatang yang berasal dari luar dari daerah untuk menuntut ilmu di Jatinangor semakin banyak. Jumlah pemondokan yang disediakan untuk mahasiswa terus bertambah, berdasarkan data Kecamatan Jatinangor pada tahun 2002 jumlah pemondokan telah mencapai 927 buah dan jumlah kamar 11.341 kamar, sedangkan jumlah kamar yang terisi yaitu 8.907. Jika melihat jumlah mahasiswa yang mondok di Jatinangor cukup besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Jatinangor yaitu sebesar 68.411 jiwa.
Semakin banyaknya mahasiswa, maka pembangunan fisik di Jatinangor sangat cepat untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dari luar, akibatnya pembangunan kurang memperhatikan aspek pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan. Seperti semerawutnya penataan pembangunan pondokan hingga lahan untuk serapan air semakin berkurang, bahkan ada beberapa titik rawan air bersih, kemudian semakin banyaknya pondokan maka dibutuhkan banyaknya tempat untuk septictank, jika tidak memperhatikan hal ini maka sumber air bersih akan mudah tercemar, kemudian pengelolaan sampah masih kurang, terutama dari fasilitas sampah. Maka diperlukan usaha-usaha dalam pembangunan kesehatan yang berkesinambungan dengan mensinergikan antara masyarakat lokal dengan mahasiswa pendatang yang mondok di daerah Jatinangor.
Lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan permukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong-menolong dalam memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Maka masa depan yang ingin dicapai melalui pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan dimana masyarakatnya hidup dalam lingkungan yang sehat dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil, merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sehingga Kabupaten Sumedang dapat memberi andil cukup besar dalam pencapaian tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional yaitu Indonesia Sehat 2010.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, diperlukan usaha-usaha dalam meningkatkan kesehatan masyarakat beserta lingkungannya dengan mendorong kemandirian para mahasiswa pondokan dan masyarakat lokal untuk hidup sehat yaitu perlu ditingkatkannya tingkat perilaku sehat mahasiswa pondokan dan masyarakat lokal dalam pembangunan kesehatan terutama dalam lingkungan mereka, hingga pola perilaku mereka dapat membentuk kondisi lingkungan yang kondusif untuk hidup sehat.
Upaya tersebut dilakukan melalui perencanaan pembangunan kesehatan yang difokuskan pada pemberdayaan mahasiswa pondokan dan masyarakat lokal dalam pembangunan kesehatan yang berwawasan lingkungan yang sehat agar terdorong kemandirian masyarakat secara keseluruhan untuk hidup sehat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan identifikasi masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana keadaan lingkungan pemondokan Mahasiswa dan rumah penduduk?
2. Bagaimana keadaan keadaan air bersih di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk?
3. Bagaimana keadaan Kakus/MCK di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk?
4. Bagaimana keadaan pembuangan dan pengelolaan sampah di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk?
5. Bagaimana saluran pembuangan air limbah rumah tangga di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk?
6. Bagaimana perencanaan pemberdayaan masyarakat lokal dengan mahasiswa pemondok dalam pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan?
Kemudian tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari tentang:
1. Keadaan lingkungan pemondokan Mahasiswa dan rumah penduduk
2. Keadaan keadaan air bersih di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk
3. Keadaan Kakus/MCK di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk
4. Keadaan pembuangan dan pengelolaan sampah di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk
5. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk
6. Perencanaan pemberdayaan masyarakat lokal dengan mahasiswa pemondok dalam pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan
Definisi Operasional
Guna mengarahkan penelitian ini, penyusun mengemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Pembangunan kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil yang optimal.
2. Kesehatan berwawasan lingkungan adalah keadaan tempat tinggal masyarakat baik individu, keluarga maupun masyarakat yang menunjang hidup sehat.
3. Pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat untuk mengatasi permasalahannya sendiri dalam menjalankan hidupnya.
4. Perencanaan adalah adalah proses dalam menyusun arah tujuan dengan mempersiapkan tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai tujuan tersebut.
5. Program-program yang ditujukan untuk mencapai tingkat kemandirian masyarakat dalam pembangunan kesehatan dengan menjaga lingkungannya hingga menjadi kondusif untuk hidup sehat.
6. Perencanaan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan yaitu penyusunan arah tujuan program pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan dengan memegang prinsip partisipasi, kemandirian, dan kesinambungan.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik artinya menggambarkan dan mendeskripsikan fenomena yang ada saat penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan teknik survey. Serta untuk mendapat dukungan data, dalam penelitian ini mengambil beberapa orang untuk di wawancara tersturktur. Penelitian ini dilakukan di Jatinangor, Kabupaten Sumedang dengan sasaran populasi adalah mahasiswa pondokan, masyarakat lokal, tokoh masyarakat dan aparat pemerintah khususnya instansi terkait yang memiliki kewenangan dalam perencanaan pembangunan kesehatan baik dari tingkat II maupun sampai tingkat kecamatan. Penentuan wilayah berdasarkan jumlah mahasiswa yang paling banyak berdasarkan data di pemerintahan kecamatan Jatinangor. Teknik penentuan menggunakan Quota random samling yaitu dengan mengambil sampel 30 responden mahasiswa yang tinggal di pemondokan dan 30 responden masyarakat setempat. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental random sampling
Untuk keperluan analisis kajian ini, data atau informasi yang dikumpulkan berasal dari data hasil wawancara kepada masyarakat dalam pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan Kemudian data juga diperoleh dari tokoh masyarakat setempat dalam bentuk indepth interview dan data penunjang lainnya dari dinas-dinas atau sumber-sumber lain. Untuk melengkapi kajian ini dilakukan pula penelusuran dari berbagai kebijakan atau dokumen yang terkait dengan kajian ini.
Data yang terkumpul, terutama hasil kuesioner diproses dengan menggunakan program SPSS, yaitu program statistik dengan menggunakan alat bantu komputer. Sebelum data di proses terlebih dahulu dilakukan coding data yaitu kegiatan untuk mengklasifikasikan jawaban responden ke dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan, hal ini dilakukan terutama pada jawaban yang bersifat terbuka. Setelah kegiatan coding dilakukan maka proses berikutnya adalah entry data yaitu kegiatan memasukan data hasil wawancara yang telah melewati proses peng-codingan ke dalam program SPSS yang selanjutnya dilakukan pengolah data. Hasil dari pengolahan data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi. Sementara informasi dari Instansi pemerintah dilakukan melalui kategori data, pengecekan data oleh informan dan pengungkapan informasi secara naratif.

Hasil Dan Pembahasan
Karekteristik Responden
Sebanyak 60 responden berhasil dijaring dalam penelitian ini yaitu 30 responden dari mahasiswa pemondok dan 30 responden dari penduduk lokal. Seluruh responden diambil sekitar kampus Universitas Padjadjaran dan IKOPIN yaitu di Desa Hegarmanah dan Desa Cibeusi, karena kedua Desa dianggap paling banyak jumlah mahasiswanya.
Dari jumlah keseluruhan responden yang terjaring dalam ini beragam kategorii dikedepankan untuk deskripsi profil responden. Dalam survey ini ditanyakan kepada responden mengenai jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, jumlah balita dan jumlah anggota keluarga, dan pendapatan atau pengeluarannya. Hal ini cukup untuk mengukur aspek sosial ekonomi sebagai independent variable.
Berdasarkan umur responden terutama penduduk lokal sebagian besar responden berada pada rentang usia 20-39 tahun yaitu 66,7%, selanjutnya adalah rentang usia 40 – 54 tahun sebanyak 8 26,7%, sedangkan rentang usia 15 - 19 dan 55 – 64 tahun masing-masing sebanyak 3,3%. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pada umumnya penduduk lokal Jatinangor berada pada usia yang cukup muda dan produktif.
Sedangkan kategorisasi unur responden dari mahasiswa berbeda dengan penduduk lokal karena diindikasikan kedua kelompok responden memiliki perbedaan pengelompokan umur yang sangat berbeda, karena rentang umur mahasiswa dibatasi oleh peneliti antara 17 sampai 25 tahun, walaupun ada yang diatas dari 25 tahun tetapi tidak melebihi dari 30 tahun.berikut adalah kategori umur responden dari mahasiswa pemondok dalam penelitian ini adalah diantara 17 sampai 18 tahun sebesar 10%, kemudian antara 19 sampai 20 tahun sebesar 43%, rentang antara 21 – 22 tahun sebesar 36,7%, rentang antara 23 – 24 tahun sebesar 6,7%, sedangkan rentang di atas dari 25 tahun hanya sebesar 3,3% saja.
Kemudian pendidikan terakhir, untuk reponden penduduk lokal dan mahasiswa pemondok adalah sebagai berikut:
Hasil penelitian yang dilakukan pada penduduk lokal Jatinangor diketahui bahwa pada tingkat pendidikan sebagian besar adalah SLTA sebanyak 16 orang (53,3%), dikuti oleh lulusan SLTP sebanyak 11 orang (11%), lulusan S-1 ada 2 orang (6,7%), sedangkan lulusan SD hanya ada 1 orang (3,3%). Saat ini di daerah kawasan pendidikan Jatinangor tercatat ada empat perguruan tinggi besar, yaitu Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Winaya Mulkti (UNWIM), Institut Pendidikan Koperasi Indonesia (IKOPIN) dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Akan tetapi dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat lihat bahwa banyaknya kampus yang berada di daerah jatinangor tidak berkorelasi secara lansung terhadap peningkatan pendidikan penduduk lokal. Seharusnya sebagai institusi pendidikan tinggi, universitas-universitas tersebut berkewajiban dan harus dapat meningkatkan kapasitas pendudul lokalnya, khususnya dalan bidang pendidikannya.
Sedangkan tingkat pendidikan untuk responden mahasiswa keseluruhan adalah SMA, tetapi kini mereka sedang menempuh jenjang pendidikan S1, yaitu 4 responden kuliah di IKOPIN sedangkan sisanya 26 responden kuliah di Universitas Padjadjaran Jatinangor.
Kemudian kategori mengenai jenis kelamin responden adalah sebagai berikut. Responden penduduk lokal dalam penelitian ini dalam hal jenis kelaminnya adalah sama besarnya, yaitu 15 orang responden Laki-laki (50%) dan 15 orang responden Perempuan (50%). Sedangkan responden mahasiswa, responden laki-laki adalah 13 orang sedangkan perempuan 17 orang.
Kategori berikutnya adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden penduduk lokal. adapun kategorisasi jenis pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut : Dalam bidang perkerjaan dari 30 orang penduduk lokal yang dijadikan responden dalam peneltian ini, terlihat bahwa hampir semua bidang mata pencaharian terdapat pada responden. Persentase terbesarnya adalah ibu rumah tangga yaitu 40%, dikuti oleh wiraswasta 16,7%, kemudian penjaga kos 13,3%, sedangkan pemilik kos 6,7%, buruh pabrik, karyawan dan responden yang tidak berkerja masing-masing ada 6,7%, sedangkan profesi guru hanya 3,3%. Mata pencaharian wiraswasta menempati urutan kedua dalam bidang pekerjaan di Jatinagor dikarenakan potensi pasarnya yang besar. Dengan jumlah mahasiswa yang banyak, perdagangan di anggap sebagai salah satu sektor yang cukup menguntungkan secara ekonomi. Salah satu fenomena yang cukup menarik adalah walaupun Jatinangor tercatat sebagai wilayah kosan yang cukup banyak, akan tetapi dalam status kepemilikan banyak dimiliki oleh orang-orang di luar wilayah ini, kebanyakan dari penduduk lokal hanya bertindak sebagai penjaga kosan. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian yang telah dilakukan dimana responden yang berkerja sebagai penjaga kosan 13,3% sedangkan penduduk lokal yang memiliki kosan 6,7%.
Berikut ini adalah tabel mengenai jumlah pendapatan dari responden penduduk lokal, yaitu : Pendapatan adalah salah satu indikator yang penting dalam penelitian ini. Asumsinya adalah keluarga yang memilki pendapatan di atas rata-rata akan memiliki akses yang lebih terhadap fasilitas maupun sarana kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang cukup dan memadai maupun pemenuhan pangan yang cukup baik gizinya. Dari hasil penelitian terhadap 30 responden diketahui 46,7% memilki pendapatan antara Rp 500.000 – 1.000.000, 23,3% memiliki pendapatan > Rp 1.500.000, 20% pendapatanya <>