Rabu, 23 Januari 2008

RENCANA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SARANA KESEHATAN KOTA BANDUNG

Penelitian oleh Soni A. Nulhaqim, bekerjasama antara Laboratorium Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Bappeda Kota Bandung pada tahun 2004

ABSTRAK
Penyusunan renstra pembangunan sarana kesehatan Kota Bandung yang khususnya difokuskan pada pembangunan/pengembangan sarana Puskesmas ditujukan untuk memberikan pedoman kepada Dinas Kesehatan dalam menyelenggarakan fasilitasi, koordinasi, dan pengendalian penyelenggaraan pengembangan Puskesmas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik. Populasi sebanyak 70 Puskesmas diambil sampel secara purposive yaitu dengan pertimbangan Puskesmas yang maju, berkembang dan kurang maju dari setiap wilayah. Dengan demikian sampel Puskesmas yang terambil sebanyak 18 Puskesmas, selain itu dari unsur masyarakat yang menggunakan pelayanan pengobatan Puskesmas juga diambil sampel. Dari masing-masing Puskesmas terpilih, diambil 3 masyarakat yang menggunakan pelayanan Puskesmas, sehingga sampel yang terambil dari unsur masyarakat sebanyak 54 orang. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara dan studi literatur. Pengolahan data menggunakan program SPSS sedangkan analisis data menggunakan persentasi.
Rumusan hasil kajian dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Kebijakan pemerintah mengenai Puskesmas cukup relevan dengan keadaan di lapangan, karena kebijakan tersebut masih relevan dengan tujuan dari pembangunan kesehatan dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Puskemas.
2. Pengalokasian dana APBD untuk pembangunan Puskesmas masih kurang. Hal ini karena dana dari pemerintah (APBD) sudah tidak mencukupi untuk pembiayaan operasional program.
3. Prioritas kebijakan yang harus dikeluarkan dalam pengembanga Puskesmas yaitu kebijakan mengenai sarana dan untuk mensukseskannya semua bidang harus dikembangkan dalam meningkatkan kapasitas Puskesmas.
4. Puskesmas yang perlu dikembangkan yaitu Puskesmas yang memiliki wilayah kerja yang luas dan jumlah penduduknya banyak. Oleh karena itu Puskesmas yang harus dikembangkan harus melihat kategori utama yaitu yang memiliki wilayah kerjanya terlalu luas hingga tidak tidak dapat meng”cover” keseluruhan daerah.
5. Kondisi jumlah tenaga medis dirasa kurang/tidak memadai karena tenaga medis kadang kala tidak bisa melayani semua pasien yang ada. Indikasi ini menunjukkan tenaga medis harus ditingkatkan lagi agar pelayanan kesehatan oleh Puskesmas dapat meningkat.
6. Secara keseluruhan tenaga paramedis harus ditingkatkan kualitasnya karena tugas mereka cukup penting di Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas.
7. Tenaga administrasi sudah memadai namun jika dilihat dari kualitasnya tenaga administrasi masih kurang. Oleh karena itu tenaga adminstrasi harus ditingkatkan kualitasnya karena masih banyak yang bertugas rangkap dan masih ada yang belum paham tugas tanggungjawabnya.
8. Kualitas pelayanan pengobatan Puskesmas sudah bagus, karena Puskesmas masih bisa memberikan pelayanan kepada pasien yang hadir. Sedangkan pelayanan preventif sudah cukup memuaskan kualitasnya karena sudah sesuai dengan rencana dan dilakukan oleh tenaga profesional namun tidak didukung oleh sarana yang baik, namun masih belum optimal dalam tingkat penyuluhan ke masyarakat.
9. Kondisi obat-obatan yang tersedia di Puskesmas kondisinya dalam keadaan cukup memadai sebab hal ini dilatarbelakangi bahwa obat yang diberikan pemerintah harganya murah dan manjur serta cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Namun masih ada ditemukan kondisi obat-obatan yang sudah mendekati waktu kadaluarsanya (ex-fire).
10. Kondisi peralatan medis cukup memadai karena sudah sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Namun ada beberapa yang harus diganti karena sudah tidak layak dipakai.
11. Untuk peralatan mebelair cukup memadai. Namun ada beberapa yang harus diganti karena sudah tidak layak dipakai.
12. Alat transportasi masih sangat kurang bahkan ada yang tidak memiliki alat trasnportasi. Dengan demikian pelayanan kesehatan ke masyarakat luas masih kurang akibat kurang fasilitas.
13. Gedung yang dimiliki Puskesmas sebagian besar cukup memadai. Namun ada Puskesmas yang tidak memiliki gedung dan lahan sendiri yaitu Puskesmas Astana Anyar.
14. Pengguna pelayanan Puskesmas mayoritas adalah masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah, dengan alasan karena biayanya murah. Hal ini menunjukkan Puskesmas menjadi institusi kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam upaya pengembangan Puskesmas direkomendasikan beberapa hal yaitu:
1. Peningkatan kesadaran dan dukungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan Puskesmas.
2. Pembangunan Puskesmas Baru
3. Peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas.
4. Peningkatan peran pemerintah dalam memfasilitasi dan pengawasan terhadap kinerja Puskesmas.
Sedangkan rekomendasi yang bersifat spesifik dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Seminar yang mempertemukan berbagai stakeholders untuk membahas mengenai pengembangan Puskesmas di Kota Bandung.
2. Penambahan jumlah Puskesmas yaitu di wilayah Tegal Lega (Kec. Bojongloa Kidul, Bojongloa Kaler, Babakan Ciparay) dan Bojonegara (Kec. Andir).
3. Pembentukan badan penyantun Puskesmas (BPP) di setiap Puskesmas.
4. Pengembangan Puskesmas perkotaan diprioritaskan pada 4 Puskesmas yang telah ditetapkan sebagai Puskesmas Perkotaan yaitu Puskesmas Pasundan, Puskesmas Puter, Puskesmas Kiaracondong dan Buah Batu. Dalam perkembangan selanjutnya, ditambah 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Kopo.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dimana pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan paradigma sehat tersebut ditetapkan Visi yaitu gambaran prediksi atau harapan tentang keadaan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang yaitu Indonesia Sehat 2010.
Indonesia Sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Untuk mewujudkan Visi Indonesia sehat 2010 ditetapkan misi pembangunan kesehatan sebagai berikut :
1. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, merata dan terjangkau
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat beserta lingkungannya
5. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan
6. Profesionalisme
7. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
8. Desentralisasi
Berdasarkan pertimbangan diatas, salah satu strategi pembangunan kesehatan yang perlu dikembangkan adalah pemerataan pelayanan yaitu upaya pelayanan kesehatan masyarakat yang dapat dijangkau oleh masyarakat keseluruhan atau dengan kata lain yaitu mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Upaya tersebut dilakukan melalui pembangunan dan peningkatan sarana prasarana kesehatan seperti memperbanyak balai-balai kesehatan, Puskesmas, melengkapi alat-alat kesehatan, meningkatkan mutu dan jumlah petugas medis serta pengadaan obat-obat generik dan lain-lain.
Puskesmas merupakan basis pelayanan kesehatan di tingkat komunitas dan merupakan institusi kesehatan yang menjadi ujung tombak pembangunan kesehatan. Segmen dari sasaran pelayanan kesehatan Puskesmas adalah masyarakat menengah ke bawah dengan wilayah garapannya kecamatan.
Dari beberapa studi, masalah yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas meliputi sarana prasarana (ruangan dan sarana transportasi) belum memadai, keterbatasan SDM (medis dan para medis), keterbatasan alat-alat medis dan obat-obatan, sulit dijangkau terutama di daerah pedesaan, tenaga medis (studi pelayanan kesehatan 2002 dan 2003).
Kota Bandung merupakan tipikal masyarakat perkotaan memiliki berbagai permasalahan diatas dalam upaya pengembangan pelayanan kesehatan pada level Puskesmas. Disamping itu ada beberapa target yang hendak direalisasikan pada tahun mendatang dalam upaya pengembangan Puskesmas Kota Bandung meliputi peningkatan jumlah Puskesmas dimana pada saat ini sebanyak 70 buah, ditahun mendatang idealnya 76, begitupun untuk rasio antara Puskesmas dengan penduduk dimana pada saat ini yaitu rasio yang ada 1 : 32.576, ditahun mendatang idealnya 1: 30.000.
Dalam upaya merealisasikan pembangunan kesehatan khususnya pengembangan kesehatan maka diperlukan arah yang menjadi pedoman berpijak sebagai goal yang dicapainya. Arah tersebut diformulasikan dalam rencana dan strategi pengembangan Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kota Bandung.
Rencana Strategis Pembangunan Sarana Kesehatan khususnya Puskesmas di Kota bandung dibuat dengan maksud:
1. Sebagai penjabaran rencana strategis Pembangunan Kesehatan Kota Bandung.
2. Sebagai pedoman bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas, dan instansi terkait lainnya serta stakeholder yang berhubungan dengan pengembangan Puskesmas
Rencana Strategis Pembangunan Sarana Kesehatan khususnya pengembangan Puskesmas Kota Bandung dibuat dengan tujuan untuk :
1. Memberikan pedoman kepada Dinas Kesehatan dalam menyelenggarakan fasilitasi, koordinasi, dan pengendalian penyelenggaraan pengembangan Puskesmas untuk mencapai optimalitas kinerja dalam pembangunan kesehatan di Kota Bandung.
2. Meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Dinas Kesehatan Kota Bandung yang dapat diukur dan dievaluasi secara objektif.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptip analitik artinya menggambarkan dan mendeskripsikan fenomena yang ada saat penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung, dengan populasi Puskesmas.
Dari populasi tersebut diambil sampel secara purposive yaitu dengan pertimbangan Puskesmas yang maju dan kurang maju dari setiap wilayah. Kriteria Puskesmas maju dan kurang maju yaitu didasarkan dari hasil konsultasi dengan pihak Dinas Kesehaan Kota Bandung.
Kota Bandung di bagi menjadi 6 wilayah, dari masing-masing wilayah diambil sampel sebanyak 3 Puskesmas terdiri dari Puskesmas maju, berkembang dan kurang maju. Dengan demikian sampel Puskesmas yang terambil sebanyak 18 Puskesmas, selain itu dari unsur masyarakat yang menggunakan pelayanan pengobatan Puskesmas juga diambil sampel. Dari masing-masing Puskesmas terpilih, diambil 3 masyarakat yang menggunakan pelayanan Puskesmas, sehingga sampel yang terambil dari unsur masyarakat sebanyak 54 orang.
Untuk keperluan analisis kajian ini, data dan informasi yang dikumpulkan berasal dari data hasil wawancara kepada kepala Puskesmas dan dari masyarakat pengguna pelayanan. Untuk melengkapi kajian ini di lakukan pula penelusuran berbagai kebijakan dan dokumen yang terkait dengan kajian ini.
Alat penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dari responden baik responden petugas Puskesmas maupun masyarakat pengguna pelayanan dilakukan dengan menggunakan wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan.
Data yang terkumpul terutama hasil kuesioner diproses dengan menggunakan program SPSS yaitu program statistik dengan menggunakan alat bantu komputer. Sebelum data di proses terlebih dahulu dilakukan coding data yaitu kegiatan untuk mengklasifikasikan jawaban responden ke dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan, hal ini dilakukan terutama pada jawaban yang terbuka. Setelah kegiatan coding maka dilanjutkan dengan entry data yaitu kegiatan memasukan data hasil wawancara yang telah di coding ke dalam program SPSS yang selanjutnya dilakukan pengolah data. Hasil dari pengolahan data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebijakan
Kebijakan Puskesmas berisi tentang komitmen pemerintah dalam mengembangkan Puskesmas agar sesuai dengan fungsinya sebagai intitusi kesehatan yang paling dasar ditingkat komunitas. sebagian besar responden yaitu 66,7 % berpendapat bahwa kebijakan pemerintah mengenai Puskesmas masih relevan. Sementara itu sekitar 27,8 % menyatakan cukup relevan dengan alasan bahwa ketentuan-ketentuan guna pengembangan Puskesmas masih relevan namun dari segi pendanaan dirasakan masih kurang serta ada pula yang berpendapat bahwa ada beberapa kebijakan yang tidak sesuai terutama mengenai pengelolaan Puskesmas yang kurang otonom jadi tidak sesuai di era reformasi dan isu desentralisasi. Selanjutnya sekitar 5,5 % dari responden menyatakan bahwa kebijakan pemerintah tentang pengembangan Puskesmas sudah tidak relevan lagi mengingat alokasi dana yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan.
Kebijakan alokasi dana Puskesmas di daerah Kota Bandung mendapatkan alokasi dana dari APBD. Hasil penelitian menunjukan bahwa alokasi dana yang diberikan kepada Puskesmas sudah tidak memadai, 66,7% responden menyatakan demikian dengan alasan dana yang diberikan tidak sesuai dengan jumlah program yang harus dijalankan. Sedangkan 27,8% responden menyatakan cukup memadai namun masih beranggapan bahwa dana yang diberikan tidak sesuai dengan dana operasionalisasi Puskesmas.
Mengenai biaya mayoritas responden yaitu 55,5% mengatakan biaya yang dikenakan kepada pengguna pelayanan masih cukup memadai dengan alasan biaya tersebut murah karena mendapat subsidi. Responden juga mengatakan karena sebagian besar masyarakat yang menjadi sasaran pelayanan adalah masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah sehingga selayaknya harga yang diberikan harus murah dan terjangkau.
Selanjutnya, prioritas pengembangan SDM dan pengembangan pelayanan nampaknya hampir sama mengingat perbedaannya hanya sekitar 5,6 %, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua indikator tersebut masuk pada kategori prioritas kebijakan yang utama. Pengembangan SDM ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan Puskesmas sehingga sesuai dengan harapan masyarakat mengingat dalam pelaksanaan pelayanan belum sepenuhnya bisa diberikan oleh dokter, disamping itu kondisi jumlah tenaga kesehatan tidak sebanding dengan jumlah pasien. Hanya sedikit saja yaitu sebesar 5,6 % responden menyatakan pengembangan SDM bukan sesuatu yang urgen. Indikator pengembangan pelayanan perlu diprioritaskan mengingat luasnya ruang lingkup pelayanan, guna mengembangkan kompetisi dengan dokter praktek swasta, serta belum memuaskannya kualitas pelayanan yang ada. Sementara tanggapan responden mengenai pengembangan pelayanan bukan menjadi prioritas program yang harus dikembangkan dikarenakan program yang sudah ada juga belum terlaksana.
Mengungkapkan karateristik Puskesmas yang perlu dikembangkan. Sebanyak 44,4 % responden menilai bahwa Puskesmas dengan wilayah yang luas menempati posisi pertama untuk dikembangkan. Puskesmas dengan wilayah kerja luas tersebut adalah Kopo, Pasirkaliki dan Garuda. Sementara itu sebanyak 22,2% responden berpendapat bahwa Puskesmas yang perlu dikembangkan adalah Puskesmas dengan jumlah pasien yang banyak karena Puskesmas yang terkait berada di wilayah kerja dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Sehingga jumlah pasien yang banyak tersebut menuntut Puskesmas untuk memiliki daya tampung yang cukup untuk melayani pasien, sementara daya tampung dan kapasitas pelayanan amat terbatas sehingga Puskesmas perlu dikembangkan. Selanjutnya sekitar 16,7% responden menilai bahwa Puskesmas yang perlu dikembangkan adalah Puskesmas yang kurang maju dan dengan jumlah pasien sedikit. Sementara itu ada sekitar 11,1% responden menyatakan bahwa Puskesmas yang perlu di kembangkan adalah Puskesmas yang pelayanannya dirasa kurang baik, sehingga memunculkan keengganan pada pasien untuk menggunakan pelayanan Puskesmas, yang mengakibatkan Puskesmas tersebut tidak banyak dikunjungi oleh masyarakat. Jadi kondisi pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas menjadi alasan Puskesmas perlu dikembangkan. Sementara itu wilayah atau lokasi yang strategis perlu pula adanya pengembangan Puskesmas hal ini dikemukakan oleh sekitar 5,6% responden. Sebab dengan lokasi yang strategis Puskesmas mampu memberikan pelayanan secara maksimal.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan ditemukan pula ada Puskesmas yang tidak memiliki lahan sendiri, namun berdiri di atas lahan milik kelurahan, Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Astana Anyar. Beda dengan Astana Anyar, Puskesmas Karang Setra mempunyai kondisi bangunan yang sudah tidak layak pakai dan berada di luar wilayah kerjanya. Berdasarkan kedua kasus tersebut perlu pula dipertimbangkan adanya pengembangan Puskesmas untuk wilayah Puskesmas Astana Anyar dan wilayah Puskesmas Karang Setra.

Sumber Daya Manusia
Kondisi sumber daya manusia terkait dengan tenaga medis, paramedis dan administrasi baik itu menurut kuantitas (jumlah) maupun kualitas. Dimensi pertama yang menunjukan kondisi tenaga medis jika dilihat dari kondisi kuantitasnya yang memiliki presentasi terbesar yaitu 55,5% menunjukan kondisi yang cukup memadai dengan alasan bahwa tenaga medis yang dimiliki sudah dapat melayani sebagian pasien tetapi karena umumnya para tenaga medis yang ada memiliki kesibukan yang padat di luar Puskesmas maka sebagian dari pasien lainnya tidak dapat ditangani. Dengan demikian tenaga medis yang ada masih dianggap kurang. Kemudian kondisi jumlah tenaga medis dirasa kurang/tidak memadai sebesar 27,8% dengan alasan banyaknya jumlah pasien yang menggunakan jasa pelayanan sehingga tenaga medis yang ada tidak dapat menangani secara optimal, selain itu tenaga medis yang ada merangkap menjadi kepala Puskesmas sehingga beban tugas yang di miliki semakin berat. Untuk jawaban memadai berkisar 16,7% karena tenaga medis yang ada sudah sesuai dengan standar kebutuhan.
Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan kondisi kualitas tenaga medis yang ada sudah memadai sebesar 27,5% dengan alasan tenaga yang ada berpengalaman dan profesional dalam melaksanakan tugasnya dan ada pula yang mengatakan dokternya ramah dan baik. Selanjutnya 61,7% yang mengatakan cukup memadai dengan alasan tenaga medis yang ada menguasai manajemen Puskesmas dan memiliki banyak pengalaman tapi ada sesuatu bagian yang kurang yaitu keterampilan perlu ditambah dan umumnya hanya berpendidikan S1. Jika dibandingkan dengan perkembangan zaman, kondisi seperti ini perlu disesuaikan lagi karena kenyataan yang ada, banyak jenis penyakit yang bermunculan dan perlu adanya perluasan wawasan pengetahuan dengan cara peningkatan pendidikan para tenaga medis. Sedangkan sisanya yang menyatakan tidak memadai sebesar 11,1% yang memiliki alasan kurang dari standar kelayakan Puskesmas dan kurangnya pengalaman pendidikan non formal (pelatihan).
Kondisi jumlah tenaga paramedis, mayoritas responden sebesar 55,5% mengatakan cukup memadai karena sudah dianggap sesuai dengan kebutuhan dan jumlah yang ada cukup untuk melayani pasien yang berobat. Responden yang menjawab memadai sebasar 27,8% dengan alasan jumlah yang ada lebih dari cukup bahkan ada yang mengatakan berlebihan. Sedangkan 16,7% mengatakan tidak memadai karena dilihat masih banyak yang memiliki tugas rangkap, contohnya seorang bidan kadangkala menjadi ahli gizi atau peracik obat. Dilihat dari sisi kualitasnya, tenaga paramedis yang dimiliki Puskesmas umumnya sudah cukup memadai dengan alasan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh tenaga medis sesuai dengan profesinya dan pendidikannya dirasa sudah cukup meskipun masih ada yang kurang terampil. Namun 66,7% dari responden mengatakan kompetensi tersebut perlu ditingkatkan lagi guna meningkatkan pelayanan secara maksimal.
Dari semua sumber daya manusia yang ada di Puskesmas, kualitas tenaga administrasi yang dirasakan sangat kurang memadai. Sekitar 61,1% mengatakan kurang memadai dikarenakan pendidikan dan keterampilan sangat kurang dan masih menggunakan pengelolaan yang manual sehingga menyebabkan pelayanan administrasi tidak sistematis. Selain itu ada beberapa petugas memiliki tugas rangkap seperti contohnya; seorang kepala TU mengerjakan tugas sebagai penjaga loket pendaftaran. Sisanya menjawab cukup memadai dengan alasan sudah berpengalaman dan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Jika dilihat dari segi jumlahnya, tenaga administrasi yang dimiliki memadai karena sesuai dengan kebutuhan struktur Puskesmas yang tidak terlalu komplek dan hanya 22,2 % yang mengatakan tidak memadai karena dilihat jumlahnya kurang sehingga menyebabkan cara kerjanya kurang cepat dan tanggap melayani pasien.
Pelayanan
Kondisi pelayanan pengobatan Puskesmas di Kota Bandung dapat dikatakan cukup memadai baik itu menyangkut kualitas maupun kuantitas pelayanan. Jika kuantitas pelayanan pengobatan, sebesar 72,2% responden mengatakan cukup memadai karena masyarakat yang butuh pengobatan dapat dilayani dengan baik dan tidak ada keluhan dari pasien meskipun tenaga medis atau dokter masih kurang. Namun dibalik itu semua ada beberapa Puskesmas yang beroperasi tidak sesuai dengan waktu operasional yang telah ditentukan yaitu dari jam 08:00–14:00. Berbeda dengan jauh dengan responden yang menjawab cukup memadai maka sebanyak 22,2% responden menyatakan bahwa kuantitas pelayanan Puskesmas memadai dengan didasari bahwa pelayanan tersebut dilakukan setiap hari oleh Puskesmas, sementara itu terdapat sekitar 5,6% responden menilai bahwa kuantitas pelayanan pengobatan yang dilakukan oleh Puskesmas sudah tidak memadai lagi hal ini terkait bahwa pelayanan yang dilakukan sangat bergantung pada kondisi obat-obatan yang dimiliki oleh Puskesmas dan tenaga dokter yang dimiliki oleh Puskesmas terkait.
Penilaian responden mengenai pelayanan pengobatan dari segi kualitas, hasil temuan di lapangan terdapat sebagian besar yaitu sekitar 72,2% responden menganggap bahwa kualitas pelayanan pengobatan yang dilakukan oleh Puskesmas cukup memuaskan dengan anggapan bahwa pelayanan pengobatan diberikan langsung oleh tenaga medis (dokter), namun jika tak tertangani atau berhalangan terkadang diserahkan kepada mantri dan bidan hal ini sering kali terjadi yang tidak lain disebabkan karena jumlah tenaga medis rata-rata hanya seorang di setiap Puskesmas meskipun ada beberapa Puskesmas yang memiliki tenaga medis lebih dari satu itupun sebatas pada Puskesmas yang dapat dikatakan sudah maju seperti Puskesmas Puter dan Pasundan. Selanjutnya terdapat 27,8% responden menilai bahwa kualitas pelayanan pengobatan sudah memuaskan hal ini karena pasien yang berobat tidak ada yang “komplain” dan merasa puas sehingga setiap mengalami sakit datang kembali ke Puskesmas.
Kuantitas pelayanan yang bersifat preventif berdasarkan penelitian, sebesar 66,7% dari responden mengatakan cukup memadai dengan alasan sudah sering dilakukan namun dalam bidang penyuluhan belum optimal. Sedangkan kualitas pelayanan preventif berdasarkan hasil penelitian 77,8% responden mengatakan cukup memuaskan karena sudah sesuai dengan rencana dan dilakukan oleh tenaga profesional namun tidak didukung oleh sarana yang baik.
Pengguna pelayanan Puskesmas berasal dari golongan masyarakat menengah kebawah. Indikator kenyataan tersebut adalah banyak Puskesmas yang berlokasi di wilayah masyarakat yang termasuk dalam golongan menengah ke bawah seperti di daerah Pasawahan, Cibolerang, Karang Setra dan Astana Anyar, banyak pengguna yang pekerjaannya sebagai PNS yang berpenghasilan > Rp 2 juta dan banyak pengguna yang memanfaatkan kartu sehat/Askes. Selain itu biaya pengobatan yang sangat murah dapat juga dikatakan sebagai indikator karena dengan harga yang murah sudah pasti penggunanya mayoritas golongan menengah kebawah
Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana dapat dibedakan menjadi beberapa kategori antara lain adalah peralatan medis, obat-obatan, peralatan mebelair, alat tranportasi dan bangunan.
Kondisi peralatan medis menurut 61,1% responden cukup memadai karena peralatan yang ada dianggap sudah lengkap dan sesuai kebutuhan. Ada beberapa kondisi peralatan medis bagus tetapi tidak lengkap dan ada yang kondisi peralatan medisnya masih layak dipakai tetapi perlu adanya perbaikan. Selain itu 22,2% responden menyatakan kondisi peralatan medis memadai karena sudah sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Sisanya 16,7% memilih jawaban tidak memadai dengan alasan bahwa kondisi peralatan medis yang ada sebagian besar harus diganti karena sudah tidak layak dipakai
Sarana dan prasarana lainnya adalah kondisi obat-obatan yang tersedia di Puskesmas. Dari hasil penelitian menunjukkan sebesar 61,1% responden mengatakan kondisi obat-obatan cukup memadai karena mereka beranggapan bahwa obat yang diberikan pemerintah harganya murah karena di subsidi dan manjur karena menggunakan obat generik yang tidak kalah khasiatnya dengan obat-obatan lainnya. Selain itu jumlah obat-obatan yang ada tersedia banyak sehingga persediaannya cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Tetapi masih ada responden sebesar 5,6% dari total keseluruhan yang mengatakan bahwa kondisi obat-obatan tidak memadai karena adanya obat yang sudah mendekati waktu kadaluarsanya (ex-fire).
Peralatan mebelair sebesar 55,6% mengatakan cukup memadai dengan alasan masih bagus dan layak dipakai dan sesuai dengan kebutuhan pengguna pelayanan. Tetapi kondisi tersebut dirasakan masih perlu dilakukan perawatan dan penambahan jumlah karena melihat perkembangan pengguna pelayanan yang kian hari kian bertambah. Sedangkan yang mengatakan memadai dengan alasan peralatan yang ada masih baru dan sesuai dengan kondisi ruangan yang tersedia sebesar 22,2%. Begitu pula yang mengatakan tidak memadai dengan alasan jumlahnya kurang jika dibandingkan dengan jumlah pengguna pelayanan yaitu sebesar 22,2%.
Kondisi tranportasi yang ada di Puskesmas, mayoritas responden yaitu sebesar 77,8% mengatakan tidak memadai hal itu dikarenakan tranportasi yang dimiliki sudah tidak layak pakai dan sering rusak selain itu juga melihat cakupan wilayah kerja yang luas sehingga membutuhkan alat transportasi yang baik. Bahkan ada beberapa Puskesmas yang menyatakan tidak memiliki alat tranportasi sama sekali baik motor ataupun mobil yaitu Puskesmas Suralaya dan Cibolerang. Sedangkan sisanya 22,2% responden menjawab cukup memadai karena adanya alat tranportasi seperti motor tetapi jika dibandingkan dengan program yang ada yaitu untuk Puskesmas keliling serta untuk menanggulangi pasien yang kondisinya cukup parah dengan alat transportasi yang ada (motor) tidak akan tertangani oleh karena itu perlu ditambah dengan mobil ambulance
Kondisi gedung Puskesmas, sebanyak 38,9% responden mengatakan kondisi gedung yang ada sudah memadai karena ada gedung yang baru dibangun seperti Puter, Pasundan serta Kopo, selain itu bangunannya juga cukup luas. Namun dengan jumlah yang sama yaitu 38,9% responden mengatakan kondisi gedung Puskesmas saat ini sudah tidak memadai karena banyak bagian gedung yang rusak bahkan ada Puskesmas yang menumpang di lahan kelurahan dan dindingnya terbuat dari kayu/triplek, bangunanya sangat kecil hingga tidak bisa menampung pasien lebih dari 10 orang dan ruangan untuk pelayanan yang sedikit sehingga satu ruangan merangkap untuk melayani beberapa pelayanan seperti yang dijumpai pada Puskesmas Astana Anyar. Kemudian responden yang menjawab cukup memadai sebanyak 22,2% karena bangunannya masih bagus walaupun letaknya kurang strategis, bahkan ada bangunan yang luas tapi masih memiliki sedikit ruangan untuk pelayanan

Identitas Pengguna Pelayanan
Berdasarkan hasil data lapangan diketahui rata-rata umur responden masyarakat yang menggunakan fasilitas pelayanan pengobatan Puskesmas adalah 34,78 tahun. Selanjutnya, untuk melihat komposisi umur responden, umur terendah adalah 16 tahun dan tertinggi 65 tahun. Tampak sebagian besar responden mengelompok pada umur 31-40 tahun, disusul kemudian kelompok umur 21–30 tahun, dan hanya sebagian kecil responden yang berada pada kelompok umur kurang dari 20 tahun, dan biasanya kelompok ini hampir seluruhnya masih berstatus pelajar sekolah. Responden yang berada pada kelompok umur diatas 50 tahun juga memiliki jumlah yang sedikit. Data ini menggambarkan bahwa kelompok umur muda (= 20 tahun) dan umur tua (>=51 tahun) relatif sedikit yang memanfaatkan pelayanan pengobatan dari Puskesmas.
Masyarakat yang datang untuk berobat ke Puskesmas sebagian besar berpendidikan relatif rendah, sedangkan mereka yang berpendidikan diploma atau sarjana relatif sedikit yang memanfaatkan pelayanan pengobatan Puskesmas, biasanya kelompok ini leboih banyak yang memanfaatkan pelayanan pengobatan di dokter praktek swasta. Tampaknya ada hubungan yang cukup signifikan antara pendidikan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan pengobatan Puskesmas, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin sedikit yang mau memanfaatkan pelayanan Puskesmas, dan sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikannya maka cenderung akan semakin banyak yang memanfaatkan pelayanan Puskesmas.
Sebagian besar responden memiliki kegiatan utamanya wiraswasta sebanyak 30% kelompok ini terdiri dari sebagian dari mereka sebagai pedagang kecil, sedangkan mereka yang tidak bekerja jumlahnya cukup banyak yaitu 26%. Selain itu, mereka yang bekerja sebagai PNS jumlahnya cukup banyak yang berobat ke Puskesmas, hal ini dimungkinkan karena mereka banyak yang memanfaatkan ASKES.
Penghasilan keluarga tampaknya juga ikut mempengaruhi jumlah responden yang berobat ke Puskesmas, biasanya mereka yang memiliki penghasilan rendah yang lebih banyak datang ke Puskesmas dibandingkan dengan mereka yang memiliki penghasilan menengah ke atas. Penghasilan terrendah sebesar Rp. 100.000 dan tertinggi Rp. 5.000.000 dengan rata-rata penghasilanya sebesar Rp. 909.362. Jika melihat dari rata-rata penghasilan keluarga tampaknya masyarakat yang datang untruk berobat ke Puskesmas berasal dari golongan ekonomi relatif rendah. Mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas umumnya akan memanfaatkan fasilitas pelayanan dokter praktek swasta
Tanggapan Pengguna Pelayanan Puskesmas
Sehubungan dengan rencana pengembangan Puskesmas ada beberapa variabel yang cukup penting untuk dikaji, diantaranya adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap pelayanan pengobatan yang diberikan oleh Puskesmas. Data lapangan menunjukkan hampir seluruhnya mengatakan memuaskan (56,9%) dan yang mengatakan cukup memuaskan 43,1%. Ini artinya bahwa pelayanan yang telah diberikan oleh Puskesmas sudah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat ditandai dengan biaya pengobatan yang murah.
Kondisi peralatan medis yang digunakan di Puskesmas banyak yang mengatakan kondisinya baik dan hanya 2% yang mengatakan kondisinya sudah tidak baik lagi. Persepsi ini menurut apa yang terlihat oleh responden saat berobat ke Puskesmas. Kondisi peralatan ini sangat erat kaitannya dengan pelayanan yang diberikan. Artinya selama ini masyarakat sudah menganggap bahwa pelayanan di Puskesmas sudah baik (memuaskan) bila ditunjang dengan adanya peralatan medis yang bagus dan lengkap, maka diharapkan yang akan datang berobat ke Puskesmas tidak hanya dari kalangan masyarakat golongan ekonomi bawah saja tapi juga masyarakat lainnya. Mengenai tarif pengobatan, biasa dilakukan dengan cara subsidi silang, artinya mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas dikenakan biaya yang lebih tinggi dari tarif yang diperuntukan bagi golongan ekonomi, dengan demikian Puskesmas dapat mengatasi kekurangan dana operasional. Tentunya hal ini perlu didukung dengan peningkatan pelayanan
Menganai kondisi obat-obatan, ternyata persepsi pengguna pelayanan mengatakan bahwa kondisi obat-obatan bagus, cukup bagus, dan tidak bagus, masing-masing sebesar 62,7%, cukup bagus sebanyak 31,4% dan 5,9%. Mereka yang mengatakan bagus memberikan alasan karena obat tersebut manjur, murah dan jumlahnya sesuai kebutuhan. Sedangkan yang mengatakan kondisi obat tidak bagus, dengan alasan karena persediaan obatnya kurang sehingga ada obat yang harus dibeli di apotik dengan harga yang lebih mahal dari Puskesmas
Selain obat-obatan, kondisi mebelair di Puskesmas menurut pengguna pelayanan cukup memadai (51,0%), memadai (45,1%). Alasan yang paling banyak dikemukakan oleh mereka karena masih bagus dan layak pakai, sedangkan yang mengatakan bahwa kondisinya tidak memadai (3,9%), alasannya, sudah banyak yang rusak.
Sedangkan menganai kondisi bangunan, responden yang mengatakan bahwa kondisi bangunan Puskesmas cukup memadai, sebanyak 32,7% memberikan alasan karena bangunan tersebut permanen dan bagus bahkan ada diantaranya masih baru (baru dibangun), dan 7,1% masing-masing memberikan alasan karena bangunan Puskesmas masih perlu perbaikan, dan tidak memiliki ruang untuk rawat inap
Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan
1. Kebijakan pemerintah mengenai Puskesmas cukup relevan dengan tujuan dari pembangunan kesehatan dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Puskemas.
2. Pengalokasian dana APBD untuk pembangunan Puskesmas masih kurang. Hal ini karena dana oleh pemerintah (APBD) sudah tidak mencukupi untuk pembiayaan operasional program.
3. Prioritas kebijakan yang harus dikeluarkan dalam pengembangan Puskesmas yaitu kebijakan mengenai sarana dan untuk mensukseskannya semua bidang harus dikembangkan dalam meningkatkan kapasitas Puskesmas.
4. Puskesmas yang perlu dikembangkan yaitu Puskesmas yang memiliki wilayah kerja yang luas dan jumlah penduduknya banyak. Oleh karena itu Puskesmas yang harus dikembangkan harus melihat kategori utama yaitu yang memiliki wilayah kerjanya terlalu luas hingga tidak bisa mencapai masyarakat luas.
5. Kondisi jumlah tenaga medis dirasa kurang/tidak memadai karena tenaga medis kadang kala tidak bisa melayani semua pasien yang ada. Indikasi ini menunjukkan tenaga medis harus ditingkatkan lagi agar pelayanan kesehatan oleh Puskesmas dapat meningkat.
6. Secara keseluruhan tenaga paramedis harus ditingkatkan kualitasnya karena tugas mereka cukup penting di Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas.
7. Tenaga administrasi sudah memadai namun jika dilihat dari kualitasnya tenaga administrasi masih kurang. Oleh karena itu tenaga adminstrasi harus ditingkatkan kualitasnya karena masih banyak yang bertugas rangkap dan masih ada yang belum paham tugas tanggungjawabnya.
8. Kualiatas pelayanan pengobatan Puskesmas sudah bagus, karena Puskesmas masih bisa memberikan pelayanan kepada pasien yang hadir. Sedangkan pelayanan preventif sudah cukup memuaskan kualitasnya karena sudah sesuai dengan rencana dan dilakukan oleh tenaga profesional namun tidak didukung oleh sarana yang baik, namun masih belum optimal dalam tingkat penyuluhan ke masyarakat.
9. Kondisi obat-obatan yang tersedia di Puskesmas kondisinya dalam keadaan cukup memadai sebab hal ini dilatarbelakangi bahwa obat yang diberikan pemerintah harganya murah dan manjur serta cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Namun masih ada ditemukan kondisi obat-obatan yang sudah mendekati waktu kadaluarsanya (ex-fire).
10. Kondisi peralatan medis cukup memadai karena sudah sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Namun ada beberapa yang harus diganti karena sudah tidak layak dipakai.
11. Untuk peralatan mebelair cukup memadai. Namun ada beberapa yang harus diganti karena sudah tidak layak dipakai.
12. Alat transportasi masih sangat kurang bahkan ada yang tidak memiliki alat trasnportasi. Dengan demikian pelayanan kesehatan ke masyarakat luas masih kurang akibat kurang fasilitas.
13. Gedung yang dimiliki Puskesmas sebagian besar cukup memadai. Namun ada Puskesmas yang tidak memiliki gedung dan lahan sendiri yaitu Puskesmas Astana Anyar.
14. Pengguna pelayanan Puskesmas mayoritas adalah masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah, dengan alasan karena biayanya murah. Hal ini menunjukkan Puskesmas menjadi institusi kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
15. Berdasarkan data sekunder dan hasil penelitian, rasio antara jumlah penduduk Kota Bandung dengan jumlah Puskesmas yang tersedia adalah 1:31.832, oleh karena itu untuk mencapai angka ideal yaitu 1:30.000, Kota Bandung membutuhkan 4 Puskesmas lagi. Hingga rasio yang dicapai adalah 1:29.319, dengan jumlah total Puskesmas adalah 76 Puskesmas.
Rekomendasi
Penyusunan rencana dan strategi ini selanjutnya akan diusulkan melalui beberapa proyek yaitu
1. Peningkatan kesadaran dan dukungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan Puskesmas
2. Pembangunan Puskesmas Baru
3. Peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas.
4. Peningkatan peran pemerintah dalam memfasilitasi dan pengawasan terhadap kinerja Puskesmas.
Untuk mempermudah pelaksanaan program tersebut diperlukan :
1. Seminar yang mempertemukan berbagai stakeholder untuk membahas mengenai pengembangan Puskesmas di Kota Bandung.
2. Pembahasan program tersebut di tingkat pembuat kebijakan minimal di Bappeda Kota Bandung atau Dinas Kesehatan Kota Bandung, sehingga dapat diajukan menjadi bagian agenda pembahasan anggaran di DPRD Kota Bandung.
3. Upaya-upaya dalam menggalang kerjasama dengan lembaga donor.
4. Kerjasama antara pengelola program dengan pihak Perguruan Tinggi khususnya yang mempunyai keahlian dalam bidang Pengembangan Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI (1999). Pedoman Kerja Puskesmas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Kota Bandung (2000) Model Puskesmas Perkotaan Dalam Menunjang Kota Bandung Sehat 2007.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 128/MENKES/SK/II/2004 (2004). Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan Walikota Bandung Nomor 1550 Tahun 2003. Perubahan Pertama Keputusan Walikota Bandung Nomor 500 Tahun 2002 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas pada Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Lembaran Daerah Kota Bandung: Sekretaris Derah Kota Bandung.
Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 58 Tahun 2003. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat. Sekretaris Daerah Propinsi Jawa Barat.
Pemerintahan Kota Bandung 2004. Master Plan Pembangunan Kesehatan Kota Bandung Tahun 2005 – 2009,
­­­­­_________________(2002) Profil Kesehatan kota Bandung.
_________________(2002) Visi, Misi dan Strategi Pembangunan
Kesehatan Kota Bandung, Pemerintahan Kota Bandung.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda